JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Pemerintah Indonesia diminta berhati-hati apabila ingin mengikat perdagangan bebas dengan Uni Eropa. Dalam hal komoditi sawit, Uni Eropa dituntut meninggalkan kebijakan standar ganda dan menghentikan kebijakan anti sawit.
“Pada prinsipnya perdagangan bebas (free trade) dalam pengertian bebas hambatan perdagangan barang/jasa memberi manfaat bagi peserta. Namun ada syaratnya berdasarkan pada prinsip keadilan perdagangan dan kesetaraan,” kata Tungkot Sipayung, Direktur Eksekutif PASPI melalui jawaban via email, Jumat (4/3).
Tungkot mengusulkan ada tiga syarat yang harus dipenuhi Uni Eropa dalam perjanjian perdagangan bebas. Pertama, Uni Eropa bersedia menghapus atau mengurangi subsidi pertaniannya dan membuka pasar produk pertaniannya bagi Indonesia. Subsidi pertanian Uni Eropa setiap tahun cukup besar yakni rata-rata 60 miliar Euro per tahun atau hampir 80 triliun rupiah per tahun ( sekitar 5 kali APBN sektor pertanian Indonesia).
Kedua, kata Tungkot, Uni Eropa diminta menghentikan kebijakan anti sawit baik secara langsung dan tidak langsung selama ini. “Produk minyak sawit menjadi andalan utama ekspor Indonesia ke Eropa,” paparnya.
Lebih lanjut menurut Tungkot, Uni Eropa harus meninggalkan standar ganda dalam perdagangan antar negara. Sebagai contoh, permintaan Uni Eropa yang menuntut sertifikasi berkelanjutan minyak sawit dari Indonesia.
Maka, Uni Eropa wajib berikan perlakuan sama bagi minyak nabati lain yang di impor EU dan berlaku juga untuk minyak nabati yang dihasilkan Uni Eropa sendiri ( minyak rapeseed, minyak biji bunga matahari).
Tungkot menyebutkan jika ketiga prinsip dasar diatas tidak disepakati, lebih baik tidak dilakukan perdagangan bebas karena pasti merugikan Indonesia. “ Indonesia harus percaya diri Dan menegakkan kedaulatannya dalam kerjasama ekonomi, jangan hanya ikut-ikutan trend, apalagi sekadar gagah-gagahan,” tegasnya.
Dalam Rapat Koordinasi Pembahasan FTA antara Indonesia dan Uni Eropa yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, pada Kamis (3/3) di Jakarta. Disebutkan bahwa pemerintah menghitung untung rugi apabila menjalin kerja sama bebas dengan Uni Eropa.
Ada beberapa permintaan yang sangat memberatkan misalnya pembebasan bea masuk sebesar 95% pos tarif. Pemerintah menganggap liberalisasi atas 95% pos tarif dapat memukul industri dalam negeri. Selain itu, Uni Eropa juga meminta penghapusan atas bea keluar.
Menko Perekonomian Darmin Nasuton menekankan bahwa Indonesia seharusnya bisa lebih berani dalam perundingan FTA dengan Uni Eropa. Terlebih dengan sejumlah persyaratan dari Uni Eropa yang dianggap memberatkan. “Mestinya dengan Uni Eropa, kita berani untuk ambil risiko karena kita tidak bersaing dengan mereka. Beda jika dibandingkan dengan dua kompetitor lain India dan China”, ungkap Darmin seperti dikutip dari laman ekon.go.id.
Sumber foto: twitter uni eropa