Berbicara industri kelapa sawit yang berkelanjutan tidak hanya berkaitan dengan aspek sosial dan lingkungan saja, melainkan juga terkait erat dengan aspek kesejahteraan. Hal inilah yang perlu dibangun dan diinformasikan luas kepada masyarakat untuk membangun imej positif industri sawit di dalam negeri.
Di era demokrasi saat ini, media massa sebagai pilar keempat memegang peranan penting dari aspek penyebaran informasi dan memberikan penyadaran kepada masyarakat. Untuk itu, media tidak dapat dilepaskan peranannya dalam pembentukan isu maupun wacana yang sedang berkembang. Atas dasar itulah, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) melaksanakan acara workshop wartawan nasional bertemakan “Membangun Industri Kelapa Sawit Berkelanjutan” pada 15 Februari 2013, di Bogor.
Tofan Mahdi, Ketua Workshop Wartawan Nasional, menjelaskan kegiatan ini sangatlah penting dalam memberikan informasi terkait praktek budidaya pembangunan kelapa sawit yang berkelanjutan. Tujuannya, kalangan wartawan dapat mengenal dan tahu perkembangan industri kelapa sawit pada saat ini.
“Selain itu, wartawan perlu mendapatkan sosialisasi mengenai peranan strategis dari industri kelapa sawit. Sehingga akan membantu mereka dalam memberikan informasi terkait sawit kepada masyarakat,” ujar dia.
Jumlah wartawan yang hadir dalam workshop ini mencapai 43 orang yang diikuti media cetak dari luar Jawa seperti Aceh dan Kalimantan. Workshop terbagi atas dua sesia yang menghadirkan pembicara antara lain Daud Dharsono (Direktur Utama PT Smart Tbk), Fadhil Hasan (Direktur Eksekutif GAPKI), dan Rosediana Suharto (Ketua Harian Komisi ISPO), Petrus Gunarso (Direktur Program Tropenbos Indonesia), Supiandi Sabiham (Ketua Himpunan Gambut Indonesia), dan Tungkot Sipayung (Ketua Bidang Hukum dan Advokasi GAPKI).
Dalam presentasinya, Daud Dharsono, menyatakan industri kelapa sawit sejalan dengan program pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan atau pro poor. Peranan industri kelapa sawit dapat terlihat dari sumbangan devisa di sektor perdagangan ekspor yang mencapai US$ 17 miliar pada 2011. Lalu, dari aspek ketenagakerjaan dapat menyerap setidaknya 4 juta orang. Apalagi, industri kelapa sawit melibatkan industri penunjang seperti alat berat, pupuk, dan jasa.
Rosediana Suharto menambahkan industri kelapa sawit harus dapat mengelola dirinya sendiri tanpa didikte oleh pihak lain, misalkan dalam pembuatan standar pengelolaan kelapa sawit. Kemunculan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) merupakan bagian dari kedaulatan Indonesia sebagai sebuah negara dalam mengelola industri kelapa sawitnya.
“ISPO dapat menjadi identas bagi bangsa ini dan juga akan memiliki implikasi di masa depan,” ujar Rosediana.
Fadhil Hasan, Direktur Eksekutif GAPKI, menjelaskan keunggulan minyak sawit dibandingkan produk komoditi minyak nabati lain, mengakibatkan banyaknya hambatan tarif dan non tarif dalam perdagangan ekspor CPO di masa mendatang. Saat ini saja, negara pembeli seperti Cina menerapkan aturan standar kualitas olein yang menyulitkan eksportir CPO Indonesia masuk kesana. Belum lagi, kebijakan pemerintah India yang meningkatkan pajak impor CPO dan produk turunan seperti refined.
Tungkot Sipayung, menjelaskan kelapa sawit tetap menjadi produk pertanian utama yang berkontribusi memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dunia. Sekarang saja, kontribusi kelapa sawit cukup dominan sekitar 34% dari suplai minyak nabati di pasar global. (Qayuum Amri)