Pekebun kelapa sawit tidak perlu cemas mengatasi hama tikus yang menyerang lahan mereka. Banyak produk dan metode pengendalian untuk kendalikan tikus.
Di perkebunan sawit, serangan tikus dapat ditemukan tanpa dibatasi siklus waktu. Jenis tikus yang ditemui di kebun antara lain tikus belukar (Rattus tiomanicus), tikus ladang (Rattus exulans). Binatang ini mudah berkembang biak sehingga butuh pasokanan makanan dalam jumlah tinggi. Itu sebabnya, buah sawit termasuk makanan favorit tikus kebun yang tinggal di tempat lembab seperti parit dan tumpukan pelepah.
Dari pengalaman Henny Hendarjanti, Specialist Plant Protection Management, PT Astra Agro Lestari Tbk, tikus menyerang kebun sawit setiap saat karena makanan (buah sawit) selalu tersedia terus menerus. Serangan tikus dapat terjadi pada pembibitan sawit di nursery, tanaman muda (TBM) dan tanaman tua (TM). Munculnya serangan tikus dari tingkat sedang sampai berat bisa terjadi karena dipengaruhi kondisi sanitasi, lingkungan dan iklim sesuai perkembangan tikus.
Menurutnya,sangat berbeda dengan serangan dipertanaman padi walaupun selalu ada pada pertanaman padi ada saat vegetatif dan generatif. Pada saat generatif serangan tikus cenderung tinggi , namun jika dilakukan pergiliran tanaman dengan palawija lain atau pada saat bero, maka tikus akan berpindah ke areal lain. Pada saat generatif serangan tikus cenderung tinggi
Intensitas serangan tikus baru akan berkurang apabila kegiatan peremajaan tanaman dijalankan. Sebab, ketersediaan makanan untuk sementara waktu tidak ada sehingga menekan jumlah populasi tikus.
Dari pengalaman Henny Hendarjanti, lahan perkebunan sawit PT Astra Agro Lestari yang berlokasi di Sulawesi Barat pernah diserang hama tikus ini. Kondisi ini pernah terjadi dengan luasan serangan tikus tidak lebih dari 200 ha akibat tidak terjaganya sanitasi keterlambatan periode rawat dalam blok. Kondisi ini didukung dengan cuaca hujan yang menyebabkan areal-areal tertentu tergenang (banjir) sehingga berpotensi kelembaban cukup tinggi, yang merupakan habitat yang disukai oleh tikus. Serangan tersebut hanya bersifat sementara berkisar antara 2 – 3 bulan.
“Serangan sedang – berat kadang-kadang muncul kembali fluktuatif, jika kondisi lingkungan bagi perkembangan tikus mendukung, namun angka serangan rerata berkisar dibawah 60 hektare,” kata Henny dalam jawaban tertulis lewat email.
Sementara itu, PT Bakrie Sumatera Plantations yang diwakili Yohanes Samosir, Head of Bakrie Agriculture Research Institute, mengungkapkan lahan kebun Bakrie Sumatera Plantations juga pernah terserang hama tikus seperti di kebun Kisaran secara spot khususnya di tepi parit yang berair. Akan tetapi serangannya tidak mengkhawatirkan dan praktis mudah dikendalikan.
Yang paling dicemaskan adalah dampak dari serangan tikus kepada produksi buah sawit. Yohanes Samosir menjelaskan dampak teringan yaitu perkembangan tanaman terhambat dan dampak terberat adalah tanaman sisip tinggi sehingga perkembangan tanaman tidak homogen, biaya pengendalian tinggi dan produksi tanaman berkurang pada TM.
Senada dengan Yohanes. Henny Hendarjanti meminta kalangan planters waspada karena dapat mengurangi produksi kebun. Kerusakan pada pelepah tanaman muda (TBM) dapat mengurangi hingga 20% Tandan Buah Segar (TBS) pada satu tahun pertama. Berikutnya, serangan pada Tandan buah segar (TBS) akan menyebabkan kehilangan minyak sawit sebesar 328 – 962 kilogram per hektare per tahun (karena tikus mampu mengkonsumsi buah sawit 6 – 14 gram per hari) pada populasi serangan kategori sedang – berat (estimasi populasi tikus 183 – 537 ekor per hektare)
Bagi pekebun sawit, langkah prevensif seperti sensus hama penting dilakukan untuk dapat membatasi serangan binatang pengerat. Henny Hendarjanti berbagi tips bahwa perusahaan mencegah serangan tikus dengan metode Early Warning System” (EWS) sebagai bentuk deteksi dini secara rutin dengan interval sebulan sekali melalui pengambilan sampling pengamatan di lapang. Selanjutnya, data hasil pengamatan dikompilasi dan dilaporkan, laporan ini terkoneksi secara networking melalui suatu sistem untuk dilaporkan kepada kantor pusat di Jakarta. Dari hasil EWS tadi, bisa terlihat gejala serangan pada tandan berupa keratan pada Tandan Buah Segar (TBS), yang mengakibatkan berkurangnya potensi produksi.
“Tindakan pengendalian secara dini dilakukan berdasarkan informasi hasil EWS pada areal blok dengan kategori serangan sedang sampai berat,” kata Alumni Universitas Brawijaya ini.
Apabila diperoleh hasil ada serangan tikus, kata Henny, tahapan awal dibuat pemetaan areal blok yang terserang dalam kategori serangan( ringan, sedang dan berat), intensitas serangan dan luas serangan berdasarkan informasi hasil EWS, menghitung kebutuhan material dan jadwal pengendalian & monitoring hasil pengendalian. Kemudian melakukan pengendalian. Menentukan system dan pola pengendalian yeng tepat, sesuai kebutuhan di lapang.
Ketatnya aturan pemerintah khusunya dari aspek lingkungan dan keanekaragaman hayati, mendorong perusahaan lebih kreatif dalam pengendalian tikus. Kebanyakan produk pengendali tikus (rodentisida) yang beredar di pasaran akan membahayakan binatang lain yang menjadi pemangsa tikus seperti ular dan burung hantu. Maka dari itu, sudah banyak perusahaan kelapa sawit yang mengandalkan pengendalian hayati lewat burung hantu.
Yohannes Samosir memaparkan dahulu pengendalian tikus dengan pemanfaatan predator ular sawah yang dilepaskan ke areal kebun kelapa sawit. Tapi sekarang metode ini sudah tidak berlaku lagi. Penggantinya adalah burung hantu (Tyto alba) yang dapat berkembang secara alami di areal perkebunan kelapa sawit dan mampu menekan serangan tikus. Biasanya, burung hantu bersarang di langit-langit rumah yang ada di kebun. Namun jika populasi burung tersebut belum ada atau sangat terbatas pada areal dengan serangan tikus yang tinggi, maka pemasangan gupon (sarang) burung hantu dianjurkan.
Henny Hendarjanti menceritakan rerata kebun yang telah ada konservasi burung hantu, kondisi serangan tikus selalu terkendali (dalam kondisi dibawah ambang ekonomi). Jika ada serangan tikus kategori sedang – berat di areal konservasi Tyto alba, barulah diterapkan pengendalian secara terpadu antara agen hayati dan aplikasi bio-rodentisida berbahan aktif protozoa, yang tentunya aman bagi perkembangan Tyto alba yang bersifat berkelanjutan.
Sugiarman, Country Manager PT Bayer Indonesia, menyebutkan perusahaan memiliki rodentisida merek Racumin Wax Block yang aman bagi binatang di luar tikus. Karena produk ini bersifat non secondary poison yang relatif aman bagi hewan lain seperti burung hantu, anjing dan ular. Sebagai contoh, apabila tikus yang makan Racumin Wax Block mati atau masih hidup lalu dimangsa predator lain, maka tidak menimbulkan kematian bagi predator tersebut.
Setelah dilakukan berbagai macam pengendalian, hendaknya perusahaan mengevaluasi sejauh mana hasil yang didapatkan. Karena akan menjadi tolak ukur untuk menghadapi serangan tikus di waktu berikutnya. Seperti dikatakaN Henny Hendarjanti, sistem dan pola pengendalian juga penting, terutama evaluasi dari hasil umpan beracun yang diaplikasikan. Jika umpan termakan perlu disisip umpan yang baru secara kontinyu dan konsisten sesuai pola pengendalian yang ditetapkan. (Qayuum Amri)