JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta insentif program perluasan B20 tidak hanya bergantung kepada dana pungutan (CPO Fund). Pasalnya, dana pungutan juga digunakan untuk mendanai program lain terutama peremajaan sawit rakyat.
Hal ini dikatakan Koordinator Supervisi Sawit KPK, Sulistyanto kepada sawitindonesia.com melalui sambungan telepon, Rabu (29 Agustus 2018). Menurutnya asumsi target penerimaan pungutan ekspor sawit sebesar Rp 13 triliun-Rp14 triliun pada 2018.Dalam perhitungannya, dengan asumsi besaran insentif biodiesel Rp 3 ribu per liter dan target penyaluran 5,7 juta liter pasca mandatori perluasan biodiesel. Maka total anggaran untuk perluasan mencapai Rp 17,1 triliun.”Nah,dana perkebunan sawit tak cukup menutupi itu semua,”jelasnya.
Oleh karena itu, adanya perluasan B20 akan berdampak terhadap risiko fiskal pengelolaan dana perkebunan sawit.Risiko ini, kata Sulistyanto, berasal dari penambahan insentif untuk penyaluran biodiesel. Target awal penyaluran biodiesel meningkat dari 3,2 juta kiloliter menjadi 5,7 juta kilo liter.
“Pertanyaannya adalah mampukah dana perkebunan sawit mendukungnya (B20),” kata Sulistyanto.
Sulistyanto menambahkan, apabila semua dana dipakai untuk insentif biodiesel, lalu bagaimana alokasi program lain seperti program peremajaan sawit? menurutnya pasti akan terganggu. Padahal, program peremajaan sawit petani paling mendesak saat ini.
“Dan itu (peremajaan) diamanatkan oleh UU Perkebunan yang menjadi dasar penggunaan dana perkebunan,”jelasnya.
Sulistyanto menyarankan insentif biodiesel tidak harus dibebankan kepada dana perkebunan sawit melainkan memanfaatkan dana ketahanan energi.
Dalam kesempatan terpisah, Dono Boestami, Direktur Utama BPDP-Kelapa Sawit, selalu menyatakan kesiapan dana pungutan sawit sebagai insentif perluasan biodiesel.
“Kami telah menyiapkan dana untuk perluasan mandatori biodiesel B-20 untuk mendukung penyerapan kelebihan suplai produk sawit di pasaran,” ujar Dono.