JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Distribusi biodiesel bersubsidi sepanjang Januari 2016 baru tercapai 222.455 kiloliter (kl). Jumlah ini baru 41,7% dari target sebesar 533.000 kl.
Dalam rilis Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM disebutkan tidak tercapainya serapan biodiesel karena perbedaan harga yang sangat tinggi dengan Solar. Selisih harga biodiesel mencapai dua kali lipat dari harga acuan Solar di Mean of Platts Singapore (MOPS)
Bahkan untuk konsumsi biodiesel nonsubsidi, masih di bawah biodiesel bersubsidi berjumlah 37.049 kl.
Hambatan lain rendahnya konsumsi biodiesel adalah mandatori B20 belum terlaksana secara merata yaitu untuk importir solar, ijin impor solar diterbitkan selama dan sebanyak kontrak pembelian biodiesel yang telah dimiliki.
Sedangkan untuk produsen solar dalam negeri dalam hal ini Pertamina belum ada mekanisme pengaturan dan kontrol.
Sedangkan, minimnya konsumsi biodiesel non subsidi akibat pengembangan BBN tidak ada insentif bagi badan usaha sehingga tidak berminat mengembangkan.
Dalam Kebijakan Energi Nasional dengan diversifikasi energi yang terimplementasi dalam Peraturan Menteri ESDM No. 32 Tahun 2008 dan telah diubah terakhir kali dengan Peraturan Menteri EDM No. 12 Tahun 2015 yang mewajibkan pemakaian biodiesel sebesar 20 persen pada kendaraan bermotor pada tahun 2016.
Sejatinya, percepatan optimalisasi sawit sebagai bahan baku Biodiesel telah dicanangkan oleh pemerintah sejak 2006. Optimalisasi tersebut dilakukan dengan peningkatan persentase pencampuran Biodiesel dalam Minyak Solar menjadi 15 persen sejak April 2015 dan ditingkatkan menjadi 20 persen untuk sektor transportasi dan industri serta 30 persen (B30) untuk sektor pembangkit tenaga listrik mulai Januari 2016 melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2015.
Program pengembangan biodiesel di Indonesia juga merupakan salah satu wujud komitmen Pemerintah Indonesia dalam COP 21 Paris yaitu menurunkan emisi sebesar 29 persen di bawah business as usual pada tahun 2030 dan 41 persen dengan bantuan internasional yaitu melalui peningkatan penggunaan sumber energi terbarukan hingga 23 persen dari konsumsi energi nasional tahun 2025.
Penerapan B20 akan meningkatkan diversifikasi energi untuk ketahanan energi nasional dan mengurangi impor BBM hingga 6,9 juta KL yang setara dengan penghematan devisa US$ 2 miliar dan berkontribusi mengurangi emisi CO2 equivalent sebesar 9-18 juta ton CO2 equivalent per tahun.
(Qayuum Amri)