JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Rendahnya harga sawit dari tahun lalu berimbas kepada merosotnya laba bersih perusahaan sawit. Untuk menjaga profitabilitas bisnis, Pandapotan Girsang, Ketua GAPKI Kalimantan Barat berbagi tips dan saran.
Saat ini, kata Pandapotan, Net Profit Margin (NPM) perusahaan antara 5%-10%. Padahal sebelumnya, NPM perusahaan perkebunan sawit bisa mencapai di atas 10 persen.
“Kalau dahulu kita bicara NPM perusahaan perkebunan sawit itu besar, sekarang mungkin NPM perusahaan perkebunan sawit kurang dari 10 persen, mungkin di bawa 5 persen. Meskipun mungkin masih ada pula yang bertahan di atas 10 persen, tapi rata-rata ada di bawah,” ungkap Pandapotan dalam seminar yang diselenggarakan Majalah SAWIT INDONESIA dan Trakindo pada akhir September.
Menurut Pandapotan, buruknya kondisi sekarang ini sebaiknya disikapi pelaku sawit dengan mengubah strategi bisnis kalau sebelumnya bersifat konvensional menjadi business by target. Strategi yang bisa ditempuh menghasilkan produk derivatif yang bernilai tambah lebih bagi bisnis sawit.
Dalam hal ini, pelaku industri sawit harus mengetahui karakteristik bisnis sawit lebih dalam. Menurut Pandapotan, bisnis sawit memiliki karakter yang berbeda dibanding bisnis-bisnis manufaktur.
Pertama, adalah ketergantungan bisnis sawit terhadap alam. “Contoh, kita berharap Elnino tidak terlalu panjang, tapi sampai hari ini masih ada. Kita berharap target TBS kita bisa 25 ton kenyataannya jauh di bawah, pabrik berjalan lancar, taunya ada kerusakan atau stagnasi,” tutur Girsang.
Kedua adalah sifat pasar industri sawit yang berbasis industrial market artinya punya pasar yang terbatas. Pembeli CPO terbagi dua tipe yaitu trader dan processor. Sempitnya pasar yang dimiliki ini, tentu harus disiasati dengan cermat oleh para pelaku industri sawit di tengah kondisi harga yang sedang rendah.
“Kemudian karakteristik dari pembeli ini trader dan processor mau membeli barang yang mutunya bagus, dengan menginginkan harga jual yang serendah-rendahnya. Padahal, karakteristik produknya berbeda-beda, mutu produknya mudah rusak, tidak elastis, kualitasnya juga berbanding lurus dengan waktu. Makanya, sawit ini harus segera dijual,” jelas Pandapotan.
Oleh karena itu, ditambahkan Pandapotan, strategi tepat supaya dapat bertahan dengan menciptakan nilai tambah pada produk yang dihasilkan atau menghasilkan produk-produk derivatif sebanyak mungkin.
Di Kalimantan Barat, dia mengharapkan pembangunan pelabuhan ekspor supaya produk sawit yang dijual ke luar negeri tidak perlu dikirimkan ke pelabuhan ekspor Dumai dan Belawan. Keberadaan pelabuhan ekspor di Kalbar mengurangi beban biaya transportasi sawit. (Anggar Septiadi)