Kementerian Dalam Negeri bersama kementerian terkait akan mengawasi sepak terjang LSM yang berpotensi mengganggu stabilitas negara. Ancaman pembekuan sampai pembubaran dapat dilakukan sesuai UU Organisasi Masyarakat.
Kelapa sawit adalah komoditas yang kerap kali diserang berbagai macam isu negatif dari sisi kesehatan, lingkungan, dan sosial. Persaingan antar komoditas minyak nabati ditengarai menjadi penyebab utama.
Soedarmo, Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri, menjelaskan bahwa dalam upaya menjatuhkan produksi sawit Indonesia bisa terjadi pihak ketiga memakai NGO khususnya negara-negara yang memproduksi minyak nabati non sawit seperti jagung, kedelai, dan minyak bunga matahari.
“Ya memang ada beberapa negara yang takut bersaing dengan Indonesia sebagai produsen sawit. Karena produksi kita sangat besar dan mutu minyak sawit lebih bagus daripada minyak nabati lain,” ungkap Soedarmo kepada SAWIT INDONESIA.
Dapat dikatakan, menurut Soedarmo, minyak sawit dari Indonesia menjadi ancaman bagi negara-negara lain. Supaya minyak sawit tidak tumbuh signifikan digunakan kampanye hitam dari NGO. Sebagai contoh, beberapa tahun lalu demonstrasi sebuah NGO lingkungan hidup yang menuntut Indonesia supaya menghentikan produksi CPO.
“Alasannya, minyak sawit tersebut merusakan lingkungan. Yang menjadi pertanyaan, kenapa demonstrasi hanya di Indonesia. Namun, demo serupa tidak dilakukan di negara produsen lain. Setelah di dalami ternyata ujung-ujungnya, ada negara yang khawatir dengan pesatnya perkembangan CPO Indonesia,” tutur Soedarmo.
Pengawasan kegiatan LSM/NGO menjadi salah satu tanggung jawab Kementerian Dalam Negeri. Aswin Nasution, Direktur Organisasi Masyarakat Kementerian Dalam Negeri, menyebutkan pihaknya belum mendapatkan laporan ada atau tidaknya NGO yang mengganggu stabilitas ekonomi dan negara. Pasalnya penilaian ini bagian dari tanggung jawab Kementerian Luar Negeri.
Sampai tahun 2012, Kemendagri mencatat jumlah organisasi kemasyarakatan di Indonesia mencapai 65.577. Dari jumlah itu, sekitar 9.058 ormas terdaftar di Kementerian Dalam Negeri. Selepas era reformasi, jumlah ormas maupun LSM terus meningkat seperti jamur di musim hujan. Jumlah LSM sebanyak 3.225 organisasi pada 1995. Lalu bertambah menjadi 8.720 organisasi pada 1998. Enam tahun berikutnya atau tahun 2014 meningatka tajam menjadi 13.400 organisasi.
Dari sisi pendanaan, berdasarkan pantauanKementerian Dalam Negeri masih banyak LSM yang sumber dana operasionalnya dari lembaga asing. Akibatnya mengakibatkan lembaga ini ada ormas menjadi tidak independen dalam jangka panjang. Kendati, pertumbuhan jumlah LSM menandakan semakin baiknya sistem demokrasi sebuah negara. Tetapi pada kenyatannya, LSM belum dapat membantu pemberdayaan kesejahteraan masyarakat.
Aliran dana dari pihak asing kepada NGO lokal seringkali disertai “pesanan” program ataupun kepentingan tersembunyi. Reydonnizar (Donny) Moenek ketika masih menjabat Staf Ahli Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Bidang Politik Hukum dan Hubungan Antarlembaga, menyebutkan ormas atau LSM yang menjadi penerima aliran dana asing mesti dipertanyakan apakah punya punya berkomitmen kepada bangsa ini. Akan menjadi masalah apabila dana ini digunakan untuk mengganggu dan merusakan persatuan bangsa.
(Selengkapnya baca Majalah SAWIT INDONESIA Edisi 15 Desember 2015-15 Januari 2016)