Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) provinsi Sumatera Utara mengadakan Indonesian Palm Oil Stakeholders Forum (IPOS Forum) ke-7 yang berlangsung 20-21 Oktober 2022 di Hotel Santika Medan, Sumatera Utara. Tema kegiatan ini akan fokus mengulas kemitraan dan korporatisasi petani.
Andi Suwignyo, Ketua Panitia Pelaksana IPOS Forum 2022, menjelaskan bahwa tema kegiatan tahun ini adalah Korporatisasi Untuk Kemandirian Petani Melalui Kemitraan Yang Sehat. Kemitraan petani-perusahaan menjadi kebutuhan untuk kepentingan yang lebih luas dalam rangka membangun usaha perkelapa sawitan secara nasional yang efisien dan efektif sehingga kompetitif di pasar global.
“Sehingga pada gilirannya akan memberikan manfaat yang maksimum bagi rakyat dan pemerintah. Sudah tidak harus lagi terkotak-kotak, ini sawitku itu sawit mu, tetapi ini sawit kita,” kata Andi saat dihubungi dari Jakarta.
Sesuai arahan Ketua GAPKI Sumut Alexander Maha ,terdapat lima alasan pemilihan tema kemitraan untuk menjadi pembahasa nutama.
Pertama, GAPKI mempunyai tanggung jawab untuk menciptakan dan menjaga iklim pengusahaan kelapa sawit, khususnya di hulu, selalu dalam keadaan kondusif, sehingga meskipun anggotanya adalah perusahaan, tetapi petani sebagai salah satu pemain utama (dengan jumlah lebih dari 40% dari pelaku nasional) harus juga dalam kondisi pengusahaan yang kondusif.
Kedua, Dalam meningkatkan kondisi yang lebih kondusif, yang memberikan penghasilan yang baik dan selalu menjanjikan kepada para petani, diharapkan Petani sudah harus masuk keindustri pengolahan buah tingkat awal, yaitu mengolah TBS menjadi CPO. Sehingga Petani diharapkan tidak lagi hanya menjual buah (TBS) saja.
Faktor ketiga, bahwa untuk masuk sektor pengolahan maka petani harus meningkatkan kapasitas produksi, mutu buah dan manajemen industri, sampai skala tertentu sehingga memenuhi syarat minimum yang dibutuhkan.
Keempat, petani harus dimitrakan kepada perusahaan-perusahaan agar dicapai transfer pengetahuan, ketrampilan dan bahkan sumberdaya. Kemitraan ini harus bersifat untuk memandirikan dan tidak membuatnya bergantung kepada perusahaan sehingga kelak bisa dilepas sebagai pemain usaha kelapa sawit yang mandiri dan independen.
“Model seperti inilah bentuk kemitraan yang sehat, yang tujuannya menjadikan petani itu bisa mandiri. Itu sebabnya, tidak perlu berpikiran bahwa petani akan menjadi pesaing dari perusahaan. Pikiran ini harus dihilangkan, karena untuk kepentingan yang lebih luas lagi, yaitu kepentingan sawit Indonesia,” tegas Andi.
Faktor kelima adalah petani diarahkan berhimpun kedalam kelompok-kelompok melalui proses yang disebut korporatisasi petani, sehingga mempunyai badan usaha yang mempunyai legalitas untuk cukup untuk melakukan kegiatan usaha layaknnya perusahaan.
Andi menjelaskan bahwa dengan pandangan tersebut hendaknya terjadi proses transformasi mental dari para petani untuk lebih mempunyai usaha yang efektif dan efisien menggunakan moral budidaya yang baik dan benar, menghasilkan produk yang berkualitas dan tidak perlu lagi merengek untuk meminta harga yang baik kepada perusahaan, bahkan sampai meminta pemerintah campur tangan melalui peraturan menteri, dan dengan demikian harga diri atau martabat sebagai pelaku usaha bisa dipertahankan. Moralitas dan martabat atau harga diri ini sangat penting dalam dunia usaha.
(Selengkapnya Dapat di Baca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 132)