JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Kementerian Pertanian menghimbau supaya implementasi Indonesian Palm Oil Pledge (IPOP) tidak merugikan petani. Apabila ini tetap terjadi, pemerintah akan bersikap tegas melalui pembubaran IPOP.
Gamal Nasir,Direktur Jenderal Perkebunan Kementan, mengatakan banyak prinsip kriteria dalam IPOP yan sifatnya membebani petani. Bahkan aturan ini ditengarai bagian dari kepentingan pihak asing.
“Kita tidak perlu takut kepada asing. Kalau perlu, IPOP bubarkan saja. Ini bagian politik dagang. Dan janganlah menyeng petani,” ungkap tegas Gamal wawancara bersama media, di Jakarta, Rabu (17/2).
Gamal Nasir menghimbau supaya lima anggota IPOP tidak menolak penjualan TBS produksi petani. Kalau terjadi penolakan, ini artinya telah melanggar aturan IPOP. “Maka sama saja IPOP telah menyengsarakan petani,” tegas Gamal.
Alasan penerapan IPOP supaya diterima pasar tidak beralasan larena bisa dicari solusi lain penyerapan CPO. Misalnya, kata Gamal, pemerintah sudah menerapkan program mandatori biodiesel 15% pada tahun lalu, yang naik menjadi 20% pada tahun ini. “Jadi (lima) perusahaan tidak perlu merasa khawitir kehilangan pasar,” jelas Gamal.
Firman Soebagyo, Anggota Komisi IV DPR-RI, sepakat dengan pembubaran IPOP jika dirasakan mengganggu ketentraman petani. Sebab, lanjut Firman, hal tersebut terbukti telah melanggar Undang-Undang pasal 33 tahun 1945. Sebab didalam pasal tersebut, ayat 3 dijelaskan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Artinya, jika petani tidak bisa memasok tandan buah segar TBS perusahaan untuk diolah berarti perusahaan tersebut sudah tidak mendukung kemakmuran rakyat. “Sehingga jika hal ini dilakukan dapat terjadi kartelisasi perkebunan, dan saat ini sudah terjadi di peternakan yang hanya dikuasai beberapa perusahaan saja,” pungkasnya.