Geger Pajak Impor Sawit Prancis
SALAM SAWIT INDONESIA, Di tengah kondisi lesunya harga CPO, akhir Januari lalu pelaku industri sawit menerima informasi mengenai rencana parlemen Perancis yang akan mengesahkan Rancangan Undang-undang Keanekaragaman Hayati.
Masalahnya, RUU yang telah digulirkan sejak 2012 ini nantinya akan berisi klausul penetapan pajak progresif impor produk sawit bagi pangan dan non pangan ke Prancis yang akan mulai berlaku pada 2017 dan akan terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Rinciannya adalah pada 2017 akan dibebankan pajak sebesar 300 Euro per ton, 500 Euro per ton pada 2018, 700 Euro per ton pada 2019, dan menjadi 900 Euro per ton pada 2020.
Rencana pengesahan RUU ini tak hanya buat geger pelaku industri sawit tanah air, melainkan juga bertentangan dengan beragam aturan World Trade Organization (WTO) dan General Agreement on Tarrifs and Trade (GATT) 1994.
Artikel III:2 GATT 1994 menyatakan bahwa produk impor, baik secara langsung maupun tak langsung tidak dapat dikenakan pajak internal atau biaya internal lainnya seperti produk dalam negeri. Sedangkan Artikel XX GATT 1994 menyebutkan bahwa negara anggota WTO mengadopsi langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi untuk melindungi kehidupan atau kesehatan manusia, hewan, dan tanaman tanpa memberikan pembenaran terhadap diskriminasi dan pembatasan internasional.
Selain itu, langkah negeri Napoleon ini dinilai bertentangan dengan kesepakatan yang dibuat bersama dengan Jerman, Denmark, Inggris, dan Belanda dalam Amsterdam Agreement yang menyatakan dukungan praktik produksi minyak sawit ramah lingkungan. Sebab alasan utama pengesahan RUU ini merupakan bagian dari upaya pencegahan kerusakan hutan dan lingkungan dari perkebunan sawit.
Menghadapi hal tersebut pemerintah tangkas bergerak, Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong telah mengunjungi Prancis dan mengundang Parlemen Prancis ke Indonesia guna melobi agar RUU tersebut gagal disahkan pada Maret mendatang.
Langkah yang diambil Menteri Lembong makin menunjukan bahwa industri sawit kini telah menjadi industri strategis nasional oleh pemerintah. Dalam edisi ini kami juga mengulas permasalahan pembiayaan replanting yang berasal dari dana BPDP Sawit. Keinginan petani bisa terhambat masalah payung hukum pendanaan replanting yang tak kunjung selesai sampai Februari ini. Janji Kementerian Pertanian untuk menyelesaikan permentan replanting pada Januari belum juga terwujud. Akibatnya, BPDP tidak akan berani menyalurkan dana replanting dalam waktu dekat. Imbasnya, produktivitas sawit petani semakin rendah karena usia tanaman melewati batas produktif.
Pembaca untuk edisi kali ini, kami mengharapkan informasi yang diberikan dapat memenuhi dahaga informasi. Selamat membaca halaman demi halaman edisi Februari…