• Beranda
  • Rubrik
    • Analisis
    • Artikel
    • Berita Terbaru
    • Edisi Terbaru
    • Event
    • Hama Penyakit
    • Hot Issue
    • Inovasi
    • Kinerja
    • Oase
    • Palm Oil Good
    • Pojok Koperasi
    • Profil Produk
    • Sajian Utama
    • Seremoni
    • Sosok
    • Tata Kelola
  • Tentang Kami
  • Susunan Redaksi
  • Hubungi Kami
Facebook Twitter Instagram
Friday, 31 March 2023
Trending
  • Austindo Nusantara Cetak Pendapatan Rp 4 triliun
  • WPI Usung Kemitraan Petani Sawit untuk Kesejahteraan Petani
  • Indonesia Berperan Penting dalam Terwujudnya Net Zero ASEAN
  • Pelaku UMKM Didorong Berkontribusi Terhadap Pengembangan dan Peningkatan Ekosistem Halal
  • Sejumlah Bahan Pokok Mengalami Penurunan
  • Karhutla di Desa Teluk Pambang Berhasil Dipadamkan
  • Uni Eropa Tidak Mengakui ISPO dan RSPO Pasca Terbitnya UU Anti Deforestasi
  • Kekaguman Republik Kongo Terhadap Aksi-Aksi Iklim Dilakukan Pemerintah Indonesi
Facebook Instagram Twitter YouTube
Majalah Sawit Indonesia OnlineMajalah Sawit Indonesia Online
Subscribe
  • Beranda
  • Rubrik
    • Analisis
    • Artikel
    • Berita Terbaru
    • Edisi Terbaru
    • Event
    • Hama Penyakit
    • Hot Issue
    • Inovasi
    • Kinerja
    • Oase
    • Palm Oil Good
    • Pojok Koperasi
    • Profil Produk
    • Sajian Utama
    • Seremoni
    • Sosok
    • Tata Kelola
  • Tentang Kami
  • Susunan Redaksi
  • Hubungi Kami
Majalah Sawit Indonesia OnlineMajalah Sawit Indonesia Online
Home » IPOP Diantara Pilihan: Bubar Atau Dibubarkan
Hot Issue

IPOP Diantara Pilihan: Bubar Atau Dibubarkan

By RedaksiMay 23, 20163 Mins Read
WhatsApp Facebook Twitter Telegram LinkedIn Pinterest Email
Share
WhatsApp Facebook Twitter Telegram LinkedIn Pinterest Email

Pemerintah akan mengambil sikap tegas apabila Indonesian Palm Oil Pledge (IPOP) terus dilanjutkan. Standar ini dinilai menabrak aturan di dalam negeri. IPOP diminta bubar oleh banyak pihak. Ancaman pembekuan dikeluarkan pemerintah.

 Dihubungi melalui sambungan telepon, Gamal Nasir, Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian mengungkapkan kekesalannya dengan anggota IPOP. “Mereka itu mau apa sih, sudah jelas KPPU menolak IPOP. Begitu juga kami (Kementerian Pertanian) juga menolak,” tegas Gamal.

Standar yang dibuat IPOP, menurut Gamal, menabrak aturan yangberlaku di Indonesia. Tak hanya itu, sikap anggota IPOP yang menolak pembelian  buah sawit petani bakalan menimbulkan masalah baru. “IPOP jangan buat aturan sendiri. Bahkan mau mengatur pemerintah. Negara ini tidak bisa didikte korporasi,” kata Gamal.

Sikap penolakan IPOP datang dari perwakilan petani di bawah naungan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo).  Anizar Simanjuntak, Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia, merasa cemas hasil panen sawit petani tidak akan dibeli pabrik sawit anggota IPOP.  Kekhawatiran ini  diungkapkannya dalam pertemuan bersama perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Maret 2016.

Baca juga :   Petani Sawit Demo Kedubes Uni Eropa, Sampaikan 5 Tuntutan

“Saya bilang ke mereka (Kementerian LHK) bahwa 60 persen hasil panen sawit petani  tidak laku dijual jika standar IPOP dipakai,” kata Anizar.

 Menurut Anizar, masih banyak perkebunan petani yang masuk kategori bermasalah seperti kawasan hutan dan tanah gambut. Misalkan untuk perkebunan yang telah dibuka petani semenjak puluhan tahun lalu. Tiba-tiba saja ditetapkan sebagai kawasan hutan melalui Rencana Tata Ruang Wilayah  Provinsi (RTRWP).

“Kalau buah sawit petani ditolak pabrik,bagaimana nasib mereka. Yang jelas IPOP ini bukan kebijakan pemerintah melainkan pesanan negara lain. Indonesia sudah punya ISPO,” cetus Anizar.   

IPOP adalah ikrar empat grup perusahaan sawit seperti Golden Agri Resources, Cargill Indonesia, Wilmar, Asian Agri yang difasilitasi  Kadin Indonesia. Penandatanganan IPOP bersamaan dengan Konferensi Tingkat Tinggi PBB untuk Perubahan iklim, September 2014 di New York, Amerika Serikat.

Setahun setelahnya, IPOP menuai kritikan. Standar yang diterapkan dinilai lebih tinggi dan menghambat kegiatan pelaku sawit lainnya. Sabri Basyah, Pemilik PT Mopoli Raya, telah merasakan dampak dari penerapan IPOP. Minyak sawit yang diproduksinya tidak dibeli Wilmar dan Musim Mas – keduanya anggota IPOP. Alasannya, lahan yang sedang dibuka perusahaan di daerah Langsa, Aceh Timur melanggar standar IPOP.

Baca juga :   Industri Hilir Sawit Minta Dukungan Pemerintah

Sabri menyebutkan lahan tersebut teridentifikasi bernilai stok karbon tinggi. Sehingga tidak sesuai kriteria IPOP.  “ Lahan kami dikategorikan areal dengan stok karbon tinggi. Padahal, sudah berstatus HGU (red-Hak Guna Usaha),” kata Sabri.

Dalam kriteria IPOP disebutkan para anggota sepakat tidak akan membuka lahan di areal yang  bernilai karbon tinggi atau High  Carbon Stock (HCS). Selain itu, mereka sepakat tidak ada pengembangan baru di lahan gambut.

Yang menjadi masalah, anggota IPOP memberlakukan standar tersebut untuk semua rantai pasok produksi sawit. Artinya, penyuplai bahan baku –  petani dan pabrik CPO – wajib  mematuhi standar tersebut meskipun bukan anggota. Mekanisme inilah yang mengakibatkan perusahaan seperti Mopoli tidak dapat menjual minyak sawitnya.

Baca juga :   Austindo Nusantara Cetak Pendapatan Rp 4 triliun

“IPOP memakai pola pendekatan grup kepada supplier.  Contohnya lahan kami di Langsa Timur yang dituding melanggar IPOP kendati belum produksi.  Ketika jual hasil panen dari  kebun di wilayah  lain. Tetap tidak mereka terima,” keluh Sabri.

Semenjak Juli tahun lalu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sudah mengkaji  pelaksanaan  IPOP dalam perdagangan sawit. Masuknya KPPU bermula dari permintaan Ibrahim  Senen, Konsultan Hukum KADIN Indonesia, yang meminta pengkajian dan analisa mengenai platform IPOP.

Dalam surat jawaban  KPPU bernomor 184/K/X anggota IPOP./2015 pada 22 Oktober 2015 kepada KADIN Indonesia, Syarkawi Rauf, Ketua KPPU, menerangkan bahwa IPOP berpotensi menghambat masuknya pasar bagi mitra anggota IPOP. Pasalnya, ada perbedaaan signifikan antara kesepakatan IPOP dan kebijakan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang menjadi standar kriteria lingkungan perkebunan sawit di Indonesia.

(Selengkapnya baca Majalah SAWIT INDONESIA Edisi 15 Mei-15 Juni 2016)

kelapa sawit sawit
Share. WhatsApp Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Email Telegram

Related Posts

Austindo Nusantara Cetak Pendapatan Rp 4 triliun

4 hours ago Berita Terbaru

Petani Sawit Demo Kedubes Uni Eropa, Sampaikan 5 Tuntutan

2 days ago Berita Terbaru

Industri Hilir Sawit Minta Dukungan Pemerintah

2 days ago Berita Terbaru

BPDPKS Dukung Harga Acuan CPO

3 days ago Berita Terbaru

Petani Sawit Turun ke Jalan, Protes Kebijakan Uni Eropa

4 days ago Berita Terbaru

Anak Petani Sawit: KLHK Jangan Sewenang-Wenang dalam Urusan Kawasan Hutan

1 week ago Berita Terbaru

BPDPKS dan Majalah Sawit Indonesia Promosikan Sawit Sehat Kepada 145 UKMK Solo

1 week ago Berita Terbaru

CPOPC Bersama Perusahaan Indonesia Dan Malaysia Bantu Petani Sawit Honduras

1 week ago Berita Terbaru

APKASINDO : Tuduhan Pepsico dan Campina, Lukai Petani Sawit

2 weeks ago Berita Terbaru
Edisi Terbaru

Edisi 137 Majalah Sawit Indonesia

Edisi Terbaru 21 hours ago2 Mins Read
Event

Promosi Sawit Sehat Dan Lomba Kreasi Makanan Sehat UKMK Serta Masyarakat

Event 1 week ago1 Min Read
Latest Post

Austindo Nusantara Cetak Pendapatan Rp 4 triliun

4 hours ago

WPI Usung Kemitraan Petani Sawit untuk Kesejahteraan Petani

11 hours ago

Indonesia Berperan Penting dalam Terwujudnya Net Zero ASEAN

11 hours ago

Pelaku UMKM Didorong Berkontribusi Terhadap Pengembangan dan Peningkatan Ekosistem Halal

12 hours ago

Sejumlah Bahan Pokok Mengalami Penurunan

13 hours ago
WhatsApp Telegram Facebook Instagram Twitter
© 2023 Development by Majalah Sawit Indonesia Development Tim.

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.