Asian Agri menargetkan pembangunan 20 pembangkit listrik biogas sampai tahun 2020. Unit ini bagian dari praktek tata kelola sawit yang berkelanjutan.
Investasi Asian Agri di sektor pembangkit listrik biogas tidak main-main. Anak usaha Royal Golden Eagle (RGE) ini memproyeksikan punya 20 unit fasilitas biogas dalam lima tahun mendatang, tepatnya pada 2020.
Freddy Wijaya, General Manager Asian Agri, menjelaskan minat perusahaan membangun pembangkit listrik biogas untuk memenuhi kebutuhan listrik internal. Selain itu, listrik dari limbah cair sawit ini dapat dijual kepada PT PLN. Pembangkit listrik biogas menggunakan limbah cair atau dikenal Palm Oil Mill Effluent (POME) sebagai sumber bahan baku.
Hingga akhir tahun ini, perusahaan telah memiliki lima unit pembangkit listrik biogas. Lokasinya tersebar antara lain Dua unit di Sumatera Utara, dua unit di Riau dan satu unit di Jambi. Masing-masing pembangkit listrik biogas berkapasitas antara 2 MW-2,5 MW. “Kebutuhan listrik untuk di internal kami sekitar 20-25 persen dari produksi listrik. Sisanya berpotensi untuk kami jual kepada PLN. Dengan lima pembangkit listrik biogas beroperasi, Asian Agri dapat hasilkan 10 MW listrik,” jelas Freddy dalam perbincangan bersama media di Singapura, November kemarin.
Pada 2016, jumlah pembangkit listrik biogas Asian Agri akan bertambah tiga unit lagi. Secara bertahap, target perusahaan punya 20 pembangkit listrik berbasis POME. Nilai investasi setiap unit sekitar US$ 4 juta-US$ 4,5 juta. Sehingga total investasi yang akan dialokasikan Asian Agri antara US$ 80 juta-US$ 85 juta.
Freddy mengatakan sumber pendanaan berasal dari internal dan dari luar seperti pinjaman. Namun dia enggan merinci komposisi pembiayaan.
Pembangkit listrik biogas ini memakai teknologi dari Jepang yang menggunakan digester tank. Pemilihan teknologi ini karena lebih unggul prosesnya menggunakan an aerobic membrane tank sehingga mempercepat dan memaksimalkan proses pembentukan gas metan
Freddy menyebutkan produksi listrik dari POME membantu pengurangan emisi gas metan ke atmosfir. Selain itu, limbah sisa akhir proses produksi biogas yang sudah tidak ada gasnya juga masih dapat digunakan sebagai pupuk tanaman. Sehingga akan mengurangi penggunaan pupuk kimia. Sebelumnya, POME hanya dimanfaatkan untuk land application yang berfungsi sebagai pupuk tanaman sawit.
Dalam kesempatan terpisah, Rida Mulyana, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, menyebutkan limbah cair yang berasal dari lumpur sisa pengolahan dapat menghasilkan biogas untuk menggerakkan pembangkit biogas. Di Indonesia, terdapat 850 pabrik sawit yang berpotensi menghasilkan listrik dari limbah padat dan cair.
Pada tahun depan, diperkirakan produksi CPO perusahaan naik menjadi 1,05 juta ton. Kenaikan produksi ini sedikit lebih tinggi dari tahun sebelumnya satu juta ton. Tidak signifikannya pertumbuhan produksi lantara setiap tahun perusahaan meremajakan tanaman seluas 4.000-5.000 hektare. Tanaman yang diremajakan telah memasuki umur 25 tahun. Perusahaan mulai membuka perkebunan sawitnya pada 1987. “Untuk peremajaan, dana yang kami butuhkan sekitar 5.000 ribu dolar per hektare,” ungkap Freddy Wijaya.
Asian Agri menguasai lahan perkebunan 160 ribu hektare terdiri dari 100 ribu hektare milik perkebunan inti dan sisanya 60 ribu hektare dikelola petani plasma. Freddy mengatakan pada akhir tahun ini perusahaan akan membantu peremajaan petani plasma 1.500-2.000 hektare. Perhatian kepada petani swadaya dilakukan melalui kegiatan pembinaan petani swadaya supaya mereka dapat memperoleh akses pasar dan pupuk. Pada 2020, ditargetkan perusahaan menjalankan kegiatan pendampingan petani swadaya seluas 60 ribu hektare.