JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Dalam beberapa bulan mendatang, suplai minyak sawit Indonesia akan berkurang dibandingkan beberapa bulan sebelumnya. Ini disebabkan penggunaan biodiesel bersubsidi yang terus meningkat di awal tahun ini.
Fadhil Hasan Direktur Eksekutif GAPKI, menyatakan penurunan ekspor juga dipengaruhi melimpahnya stok minyak nabati lain dengan harga kompetitif. Serta perlambatan ekonomi di China juga menjadi salah satu faktor penurunan permintaan di China.
Ekspor minyak sawit Indonesia pada Februari 2016 tercatat sebanyak 2,29 juta ton atau naik 9% dibandingkan dengan ekspor bulan lalu sebesar 2,1 juta ton. Jika dibandingkan secara year-on-year kinerja ekspor minyak sawit Indonesia selama dua bulan pertama tahun 2016 naik 22 persen dibandingkan periode yang sama 2015, atau dari 3,59 juta ton pada periode Januari-Februari 2015 meningkat menjadi 4,39 juta ton pada Januari – Februari 2016.
Negara-negara Afrika mencatat peningkatan permintaan minyak sawitnya cukup signifikan yaitu sebesar 66% meskipun secara volume masih kecil. Permintaan pada Januari sebanyak 153,37 ribu ton meningkat menjadi 223,24 ribu ton. Peningkatan permintaan diikuti oleh Bangladesh membukukan kenaikan permintaan akan minyak sawit dari Indonesia cukup signifikan yaitu sebesar 35% atau dari 85,94 ribu ton di Januari menjadi 115,70 ribu ton di Februari. Kenaikan permintaan karena adanya pengurangan pajak penjualan minyak makan grosir sebesar 5% oleh pemerintah Bangladesh. Tujuan pengurangan pajak penjualan ini supaya rakyat Bangladesh dapat ikut menikmati harga minyak nabati global yang murah saat ini.
Kenaikan permintaan minyak sawit Indonesia juga diikuti oleh India. Pada Februari ini India mencatatkan kenaikan permintaan sebesar 12% atau dari 383,65 ribu ton pada Januari naik menjadi 428,39 ribu ton. Sementara itu negara-negara Uni Eropa mencatatkan kenaikan permintaan yang sangat tipis yaitu sebesar 2,5% atau dari 351,13 ribu ton menjadi 359,73 ribu ton.
Pada Februari ini, penurunan ekspor minyak sawit Indonesia ke negara tujuan seperti negara-negara Timur Tengah sebesar 35%, Amerika Serikat 19%, Pakistan 11%, dan China 4%.
Penurunan ekspor minyak negara-negara tersebut di atas, selain Indonesia memang mengurangi pasokan ke pasar global dengan tujuan untuk digunakan di dalam negeri untuk produksi biodiesel, penurunan ekspor juga dipengaruhi melimpahnya stok minyak nabati lain dengan harga yang kompetitif. Perlambatan ekonomi di China juga menjadi salah satu faktor penurunan permintaan di China.
Dari sisi harga, sepanjang Februari harga CPO global bergerak di kisaran US$ 575 – US$ 657 per metrik ton, dengan harga rata-rata US$ 628,9 per ton. Harga rata-rata Februari 2016 ini naik sebesar 13% dibandingkan harga rata-rata pada Januari yaitu US$ 557,2 per metrik ton. Sementara itu, harga CPO global sepanjang 3 pekan Maret 2016 bergerak di kisaran US$ 645 – US$ 717,5 per metrik ton.
Menurutnya, harga terus menunjukkan tren naik meskipun perlahan. Harga terdongkrak karena pasokan minyak sawit ke pasar global mulai berkurang sementara itu penurunan produksi mulai terasa akibat dari pengaruh El Nino tahun lalu.
Sementara itu, Bea Keluar Maret 2016 ditentukan oleh Kementerian Perdagangan masih sebesar 0% karena harga rata-rata CPO masih di bawah batas bawah pengenaan bea keluar yaitu US$ 750 per metrik ton sehingga yang berlaku hanya pungutan CPO Fund saja. (Ferrika Lukmana)