JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Dwi Sutoro, Direktur Pemasaran Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero), mengatakan bahwa pengembangan bursa CPO Indonesia menjadi sangat penting untuk mengukuhkan posisi Indonesia sebagai produsen terbesar sawit di dalam negeri.
Saat ini, Indonesia masih menggunakan rujukan harga CPO dari Bursa Malaysia (MDEX) dan Bursa Rotterdam di Belanda. Dengan menggunakan bursa di luar negeri dapat memberikan dampak bagi keseimbangan penawaran dan permintaan di dalam negeri.
“Saat ini di Indonesia, belum ada bursa komoditas yang mampu menggerakkan tiga fungsi yaitu price discovery (pembentukan harga), price reference (acuan harga) dan hedging (lindung nilai),” ujar Dwi.
Karena itulah, Dwi mengusulkan kepada pemerintah supaya dapat memanfaatkan sistem perdagangan CPO yang sudah ada seperti KPBN (PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara). Strategi ini menjadi sangat penting apabila Kementerian Perdagangan ingin mengejar target pembentukan harga acuan CPO pada Juni mendatang.
Dwi menjelaskan bahwa bursa CPO yang ideal idealnya mempunyai tiga fungsi price discovery (pembentukan harga), price reference (acuan harga) dan hedging (lindung nilai), dari sebuah proses yang fair, efisien, transparan, dan terpercaya.
“Gagasan membangun tata niaga komoditi CPO Indonesia melalui pengembangan bursa CPO Indonesia ini harus didukung dan diskusikan sebagai tahapan untuk membuat Indonesia menjadi barometer sawit dunia,” ujarnya.
Lebih lanjut Dwi menyampaikan, bahwa pembentukan tata niaga sawit, setidaknya harus mencakup empat aspek, antara lain aspek keadilan, efisiensi, nilai tambah, dan keberlanjutan.
“Keterlibatan pemerintah, BUMN, dan swasta, diharapkan bisa menciptakan sinergi yang positif dalam mendesain tata niaga sawit Indonesia yang adil, efisien, transparan, dan terpercaya,” ungkapnya.