Penanganan limbah pabrik sawit tidak bisa lagi dipandang enteng sekarang ini. Regulasi pemerintah yang ketat membuat perusahaan sawit harus memiliki pengelolaan limbah yang baik dan menyeluruh. Gidion Rahmat&Co menyediakan total solusi penanganan limbah pabrik sawit yang mampu menghemat biaya sampai 70%.
Pengalaman Gidion Wijaya Ketaren, pendiri Gidion Rahmat&Co, mengelola limbah sawit berawal sewaktu kembali ke kampung halamannya di Sumatera Utara. Disana, kerabatnya kerap mengeluhkan masalah limbah yang dihasilkan pabrik kelapa sawit. Masalah yang ditemui seperti pendangkalan kolam (sedimentasi), scum, dan manajemen limbah yang kurang diperhatikan pabrik sawit.
Untuk menyelesaikan masalah ini, Gidion berinisiatif membuat riset yang ditujukan menekan dampak negatif limbah sawit. Riset ini dibantu oleh tiga ahli mikrobiologi pangan IPB Bogor. Lewat serangkaian penelitian inilah ditemukan produk produk bakteri pengurai limbah cair organik BioCK Nusantara, yang manajemennya terpisah dikelola Oleh PT Mikrobios Nusantara, jadi khusus R&D produk saja nantinya.
Menurut Gidion Ketaren, fakta di lapangan menunjukkan masih banyak perusahaan produk pengendali limbah sawit yang sebatas penyuplai produk Saja, tetapi belum terfokus kepada penanganan limbah sawit secara menyeluruh. Kalaupun produk sudah diaplikasikan yang menjadi masalah pabrik sawit belum didukung dengan manajemen pengelolaan yang bagus. Berangkat dari fakta inilah, Gidion bersama Rahmat, pengacara, mendirikan Gidion Rahmat&CO sebagai konsultan pengelolaan limbah pabrik sawit.
“Di sini, kami menawarkan konsep bukan sebagai penjual produk pengelolaan limbah saja, melainkan menawarkan solusi untuk membantu beragam masalah yang terkait masalah lingkungan yang dihadapi pabrik,” imbuh Gidion.
Masalah yang umumnya ditemui di kolam limbah adalah scum dan sedimentasi. Scum adalah residu dari penguraian materi minyak/lemak berupa materi solid yang ringan sehingga terapung di atas kolam. Sedangkan sedimentasi merupakan sisa materi yang berat dan menebal di bagian bawah kolam limbah dan menyebabkan pendangkalan kolam. Kedua jenis limbah ini apabila tidak ditangani akan mengurangi retention time air limbah sehingga menghambat proses penguraian. Faktor terbentuknya scum dan sedimentasi ini berasal dari faktor suhu yang fluktuatif, pH yang tidak stabil serta losses yang tinggi sehingga serta sistem aliran inlet/outlet yang salah mengakibatkan tidak homogennya air limbah di dalam kolam mengakibatkan kinerja bakteri pengurainya yang tidak maksimal.
“Biasanya, masalah scum dan sedimentasi sering dihadapi pabrik sawit yang berusia sudah lama, namun tak jarang ditemukan pabrik baru satu tahun pun sudah mengalami permasalahaan tersebut. Penyebabnya adalah pengolahan pabriknya tidak efisien (losses tinggi) dan limbahnya tidak ditangani sedari awal akibatnya menumpuk terus, dari kondisi awal minyak cair lama-lama menjadi seperti mentega,” kata Gidion.
Gidion memberi saran untuk sering dilakukan pembuangan scum secara manual dan melancarkan sirkulasi antar kolam sehingga endapan tersebut tidak terlalu lama menetap di satu kolam. Pemahaman yang salah terhadap pengelolaan limbah juga seringkali jadi biang keladi munculnya masalah ini. Misalnya mengenai pengertian antara kolam aerobik dan anaerobik, dan kedalaman kolam dianggap makin bagus bila makin dalam padahal tiap kolam baik aerobik, anaerobik, mixing pond, colling pond punya spesifikasi dan fungsi yang berbeda-beda. Semakin dalam kolam tidak menjamin semakin baik kolam melakukan penguraian.
“Semuanya itu kan ada rumusnya bagaimana desain kolam, kedalaman, serta alur antar kolam overflow dan underflow itu kan harus dirancang dengan baik, ini yang jarang diperhatikan oleh pabrik dalam membangun kolam limbah. Ini juga salah satu jasa yang bisa kami berikan mulai pembangunan kolam limbah dan terus target pencapaian baku mutu, baik sistem land application atau pembuangan ke sungai” tambah Gidion.
GidionRahmat&CO dapat membantu menangani pabrik sawit yang baru dan mempercepat proses baku mutu. Sebagai gambaran, apabila baku mutu dihasilkan dalam waktu 6-7 bulan bahkan hingga setahun, GidionRahmat&CO mampu menghasil baku mutu hanya dalam 60-90 hari. Dalam tempo 90 hari limbah sudah bisa dibuang ke sungai dari commisioning awal pabrik kita tangani.
Metode yang dilakukan oleh GidionRahmat&CO dalam penguraian limbah metode yang dilakukan cukup berbeda dari metode penguraian limbah konvensional. Bila biasanya limbah harus dinetralkan dengan ph 6-7 baru diberikan bakteri pengurai. Cara yang paling efektif menurut Gidion justru aktivasi bakteri harus berada di ph 4-5.
“Limbah pabrik berasal dari minyak sawit. Untuk itu yang harus dilakukan pertama adalah memisahkan kandungan minyaknya sehingga penghancuran minyak paling efektif Ph di bawah 6. Karena bakteri penghancur minyak dapat hidup paling efektif di Ph di bawah 6. Baru di kolam berikutnya dapat dinetralkan dan masuk lagi bakteri penguraI baru,” ungkap Gidion.
Selain Ph dan suhu kolam, faktor yang menentukan efektivitas penguraian juga ditentukan struktur tanah pada kolam. Ada tiga jenis tanah yang biasa digunakan sebagai tempat membangun kolam yakni mineral, gambut, dan pirit. Di tanah mineral, dan pirit cenderung tidak akan menemukan kesulitan berarti. Lahan gambutlah yang kerap menyulitkan proses penguraian.
Kolam limbah di gambut bagaimanapun dibersihkan tidak akan mencapai Biological Oxygen Demand (BOD) di bawah 100 karena struktur tanahnya yang mudah ditembus. “Solusinya harusnya dibangun tangki clarifier, khusus untuk bak aerasi dan sedimentasi saja, BOD air gambut diluar kolam itu diatas 200-an. Tangki clarifier ini tidak pernah saya temukan di kolam lahan gambut makanya performa buangan air limbah pun tidak optimal,” jelas Gidion.
Melalui konsep yang ditawarkan, GidionRahmat&CO mampu menghemat biaya perawatan kolam limbah hingga 70 persen. Hanya dengan perawatan rutin aktivitas bakteri pengurai di kolam limbah. Biaya untuk pengolahan limbah dalam tiga tahun bisa mencapai Rp1,5 miliar untuk pengerukan kolam, dari ongkos sewa excavator, bahan bakar, pompa, operator. Sedangkan biaya untuk menggunakan jasa Gidion Rahmat&CO sekitar Rp 250 juta, kondisi kolam dapat digunakan kembali selama tiga tahun bebas dari sedimentasi.
Bukan hanya soal penanganan limbah, GidionRahmat&CO juga berencana menjadi partner dalam ranah hukum lingkungan bagi perusahaan perkebunan. “Misalnya ada perusahaan yang dituding mencemari lingkungan. Dalam hal ini, kami berupaya menjadi lembaga independen sebagai mediator. Memang sekarang masih menangani pengelolaan limbah saja,” kata Gidion.
Biarpun baru berdiri dua tahun, GidionRahmat&Co telah sudah dipercaya beberapa grup perusahaan sawit seperti Makin Group, Bumitama Gunajaya Agro, Green Eagle Group, PTPN XIII yang menggunakan jasa penanganan limbah dari perusahaan yang berkantor di Palmerah ini. “Dari Januari hingga April 2014 ini saja sudah ada lima perusahaan kami tangani. Mungkin rata-rata 10 perusahaan perkebunan mampu kita tangani dalam setahun,” tutup Gidion. (Anggar Septiadi)