PRO KONTRA FORTIFIKASI VITAMIN A
Salam Sawit Indonesia, Kalangan industri kelapa sawit khususnya sektor hilir diminta berperan aktif mengatasi masalah kekurangan vitamin A. Caranya, produk minyak goreng perusahaan akan diwajibkan untuk disisipkan vitamin A sintetis atau retinil palmitat. Hampir 24 perusahaan minyak goreng akan diwajibkan untuk menerapkan kebijakan fortifikasi yang peraturannya akan keluar tahun ini. Sebagian akademisi menentang fortifikasi yang dinilai sebuah kemubaziran dan pemborosan devisa negara.
Berdasarkan penelitian Departemen Kesehatan, setiap gram minyak sawit atau CPO terdapat kandungan vitamin A sampai 6.000 IU. Sebenarnya, jumlah ini akan tetap stabil sebelum masuk ke proses pemurnian minyak sawit untuk dijadikan minyak goreng. Tujuannya, mendapatkan warna minyak goreng yang terang dan kekuning-kuningan. Proses inilah yang mengakibatkan berkurangnya vitamin A bahkan dapat hilang. Kalaupun masih ada, jumlahnya masih dibawah Standar Nasional Indonesia (SNI) 7709-2012 yang dibawah 45 IU. Rata-rata kandungan vitamin A di minyak goreng berjumlah 2-10 IU, sehingga perlu ditambahkan lagi. Alasan inilah yang dinilai akademisi pendukung fortifikasi supaya vitamin A wajib diperkaya lagi guna membantu kekurangan konsumen.
Pro kontra inilah yang menjadi pertimbangan bagi redaksi untuk mengulas tema fortifikasi vitamin A dalam minyak goreng di rubrik Sajian Utama. Pemerintah yang diwakili Kementerian Perindustrian telah memastikan akan mengeluarkan peraturan setingkat menteri untuk mewajibkan fortifikasi vitamin A di minyak goreng. Meskipun nantinya bahan baku penambahan vitamin A berasal dari kegiatan impor tetapi hal ini tidaklah berpengaruh. Pasalnya, impor ini tidak akan berdampak banyak kepada harga jual minyak goreng. Tetapi, bagi akademisi yang kontra fortifikasi vitamin A meminta pemerintah untuk mengubah definisi SNI 7709-2012. Revisi ini akan menjadi pintu bagi produsen untuk memodifikasi teknologi pemrosesan minyak goreng. Tampaknya, usulan ini perlu didengar pemerintah dalam membentuk perdagangan yang adil di dalam negeri.
Rubrik Hot Issue edisi ini mengangkat tema Revisi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26 Tahun 2007 mengenai Pedoman Perijinan Usaha Perkebunan yang dinilai akan mempersulit investasi di kelapa sawit. Beberapa pasal bersifat kontraproduktif dan kurang memperhatikan fakta di lapangan. Contohnya saja, pembatasan luas lahan kelapa sawit yang sebenarnya kurang relevan dengan rencana pengembangan industri hilir sawit. Padahal, pasokan penuh CPO sangat dibutuhkan supaya utilisasi refineri dapat optimal berproduksi. Untuk itu, pemerintah sebaiknya tidak mengabaikan aspirasi dari pelaku usaha.
Pembaca yang budiman, kami mengharapkan majalah edisi ini memberikan informasi dan wacana baru. Dalam bulan Ramadhan ini, tak lupa kami ucapkan selamat menjalankan ibadah puasa bagi anda yang menjalankannya. Semoga, bulan ini akan memberikan keberkahan dan manfat bagi kita semua. Selamat Berpuasa.