Kebijakan penggunaan biodiesel telah berjalan satu dekade lebih. Indonesia telah menjadi negara pertama di dunia yang campuran biodieselnya lebih tinggi sebagai bahan bakar kendaraan. Memberikan kontribusi besar ekonomi, sosial, dan lingkungan.
“Pemanfaatan produk dan limbah kelapa sawit sebagai sumber energi berkontribusi bagi pencapaian target bauran energi terbarukan. Selain itu, dapat meningkatkan ketahanan energi berbasiskan sumber daya alam di dalam negeri. Dari aspek lingkungan, program B30 bagian dari Paris Agreement salah satu upaya dari sektor energi untuk mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca,” ujar Dadan Kusdiana, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM RI.
Hal ini disampaikannya dalam Dialog Webinar bertemakan “Masa Depan Biodiesel Indonesia: Bincang Pakar Multi Perpspektif” yang diselenggarakan Majalah Sawit Indonesia, Rabu (16 Desember 2020). Kegiatan ini menghadirkan empat pembicara yaitu Dr. Ir. Djoko Siswanto, MBA (Sekjen Dewan Energi Nasional), Dr. Fadhil Hasan (Peneliti INDEF), Dr. Tatang Hernas (Ikatan Ahli Bioenergi Indonesia), dan Dr. Petrus Gunarso (Dewan Pakar Persatuan Sarjana Kehutanan Indonesia).
Dadan Kusdiana mengungkapkan bahwa pemerintah tidak hanya memastikan sawit mendukung program biodiesel. Tapi dimanfaatkan kepada ektor energi terbarukan secara luas seperti pemanfaatan limbah cair menjadi biogas dan sudah diujicoba sebagai BioCNG.
Dalam pandangan Dadan Kusdiana bahwa peningkatan nilai tambah berjalan baik dalam untuk dikombinasikan dengan program bioenergi. Langkah ini merupakan strategi tepat karena menumbuhkan industri penunjang seperti industri methanol baik itu berbasis gas alam maupun batubara.
Pemerintah juga akan menjamin kualitas biodiesel dari mulai proses, pencampuran di lapangan hingga ke tangan konsumen
terjaga dengan baik. “Kementerian ESDM akan mulai mengintroduksi prinsip keberlanjutan,” jelas dia.
Selan itu, spesifikasi biofuel disesuaikan dengan kebutuhan konsumen yang lebih ramah lingkungan. Oleh karena itu, penggunaan energi harus menekan pengeluaran gas rumah kaca.
“Maka energi terbarukan tidak bisa ditolak. Kontribusi EBT (red-Energi Baru Terbarukan) di bauran energi primer pada semester pertama 2020 sebesar 10,90%. Dari jumlah tersebut sekitar 34% dihasilkan dari kontribusi biodiesel (B30),” kata Dadan.
Menurutnya dalam sepuluh tahun mendatang sumber bahan baku biodiesel tidak lagi sebatas kelapa sawit. Untuk itu, dapat diperluas dari komoditas lain. Bahwa kita harus mulai memastikan dari hal yang meningkatkan nilai tambah secara konsolidasi, baik dari limbah maupun produknya seperti gliserin.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 111)