JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Kegiatan riset dan penelitian diharapkan dapat menjawab tuduhan negatif kepada produk sawit. Alhasil, produk sawit dapat diterima negara pembeli khususnya di negara maju.
Derom Bangun Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), mengatakan, tuduhan miring kepada produk kelapa sawit dapat diatasi melalui partisipasi kegiatan riset. Sebagai contoh, penghitungan emisi karbon yang memojokkan biodiesel berbasis sawit di Amerika Serikat dan Uni Eropa.
“Disinilah, riset di industri sawit sebaiknya didorong untuk menjawab hambatan di industri ini. Lembaga seperti Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia (MAKSI) punya peranan mencarikan solusi terhadap masalah di industri minyak sawit,” kata Derom dalam Seminar dan Kongres MAKSI yang bertemakan “Sawit Untuk Kesejahteraan Rakyat dan Kelestarian Lingkungan” di Kampus IPB Dramaga Bogor, pada Senin (7/12).
Derom mencontohkan penilaian emisi karbon yang yang berasal dari kegiatan perkebunan kelapa sawit sampai kepada produk sumber energi.Uni Eropa menyebutkan biodiesel berbahan baku minyak sawit hanya menghemat emisi sebanyak 19%. Sementara, minyak kedelai, minyak kanola dan minyak bunga matahari dikatakan penghematan emisi sampai 35%. Akibatnya, minyak sawit tidak diterima sebagai bahan baku biodiesel di Uni Eropa.
Kondisi serupa dialami produk biodiesel sawit di Amerika Serikat. Berdasarkan data sementara Badan Perlindungan Lingkungan atau Environmental Protection Agency menyatakan bahwa penghematan emisi karbon oleh biodiesel minyak sawit hanya mencapai 17%. Lebih rendah dari minyak nabati lain diatas 20%. “Perhitungan ini yang membuat CPO Indonesia ditolak menjadi bahan baku biodiesel di sana (Amerika),” kata Derom.
Dia mengharapkan kegiatan penelitian yang diinisiasi MAKSI dapat diterima dunia internasional. Dalam hal ini MAKSI bisa membuat penelitian yang sifatnya memberikan solusi agar minyak sawit Indonesia dapat diterima negara lain.