JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Negara-negara produsen sawit di bawah Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) mengambil sikap terhadap arah kebijakan Uni Eropa terhadap kelapa sawit. Salah satunya mengkritisi penetapan Indirect Land Use Change (ILUC) yang akan disusun Komisi Uni Eropa. ILUC akan menjadi kriteria untuk keberlanjutan penggunaan biodiesel berbasis sawit di Uni Eropa.
Pembahasan ILUC dan SDG’s yang akan berdampak terhadap industri sawit menjadi pembahasan anggota CPOPC yang dihadiri Menteri, Duta Besar dan para pemimpin Bisnis Kolombia, Indonesia dan Malaysia di Cartagena, Kolombia pada 26 September 2018.
Mahendra Siregar, Direktur Eksekutif CPOPC, menjelaskan bahwa Komisi Uni Eropa diberikan mandat merujuk kepada aturan Renewable Energy Directive (RED) II, untuk menetapkan kriteria yang membedakan resiko tinggi dan rendah ILUC. Kriteria ini akan dipakai untuk melihat resiko di antara minyak nabati yang menjadi sumber bahan baku biofuel.
Walaupun ada beberapa model ILUC yang diusulkan Uni Eropa tetapi belum dapat dijadikan rujukan bukti definitif yang dapat menjelaskan perbedaan antara ILUC risiko tinggi dan rendah. Namun demikian, Komisi diberikan mandat supaya kriteria ditetapkan pada Februari 2019.
Yang perlu dikritisi adalah ILUC menggunakan pendekatan berdasarkan perspektif Uni Eropa dan Amerika Serikat. Menurut Mahendra, standar yang digunakan ILUC seharusnya bersifat global untuk menilai dampaknya terhadap perubahan iklim.
ILUC menjadi alat proteksionisme perdagangan terutama menghambat perdagangan sawit di Uni Eropa. Kekhawatiran ini beralasan karena tingginya kampanye bahwa sawit pelaku deforestasi dan kerusakan gambut. “ILUC dapat menekan daya saing sawit terhadap produk minyak nabati di Eropa,”ujar Mahendra.
Tingginya perhatian otoritas Uni Eropa terhadap biofuel juga menjadi perhatian. Pasalnya, luas lahan yang dipakai untuk sumber biofuel sekitar 4% dari total luas pangan di dunia mencapai 1,7 miliar hektare. Tekanan utama terhadap pemakaian lahan adalah bagi kebutuhan pangan dan pakan hewan.
“Jika sawit yang menjadi target ILUC, maka Uni Eropa berpotensi melanggar prinsip WTO terkait non diskriminasi,”ujarnya.
Bagi negara anggota CPOPC, dikatakan Mahendra, Uni Eropa dapat menerapkan perlakuan serupa dengan menghitung dampak historis deforestasi massal di Eropa. Harapannya, Uni Eropa tidak akan kehilangan sikap objektifitasnya.
CPOPC mendukung perjanjian global yang dimulai oleh semua Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa berkaitan Sustainable Development Goals (SDGs) pada 2030. Dalam konteks ini, tidak ada keraguan bahwa kelapa sawit telah berkontribusi pada pengurangan kemiskinan, kemajuan sosial dan ekonomi di negara-negara produsen minyak kelapa sawit.