CV Cahaya Barokah memasarkan alat panen sawit bermerek CB8288 buatan karya anak negeri. Kualitas produk bisa diadu dengan buatan luar negeri.
Burhan Noor, Direktur Utama CV Cahaya Barokah, menjelaskan bahwa perusahaannya menjalankan bisnis supplier alat panen perkebunan kelapa sawit. Potensi pemasaran alat panen di perkebunan sawit masih terbuka lebar karena luas perkebunan sawit mencapai 11 juta hektare.
“Itu sebabnya, kami yakin alat panen CV Cahaya Barokah punya peluang diterima perusahaan kelapa sawit. Kendati, produk kami ini buatan dalam negeri,” kata Burhan dalam wawancara dengan SAWIT INDONESIA.
Saat ini, CV Cahaya Barokah saat ini bekerjasama dengan PT Jasa Lintas Khatulistiwa – dimiliki Bapak Waskito – yang memiliki pangsa pasar alat panen kelapa sawit mulai dari Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Merauke.
Burhan menjelaskan produk yang dijualnya mencapai 15 jenis alat panen dan perawatan perkebunan sawit. Alat panen tersebut antara lain egrek, dodos cangkul dodos, gancu buah, tojok, kapak buah, kampak V, parang tebas, parang babat, dan harvesting almunium. Khusus dodos yang dijual berukuran dari 6 cm-14 cm. Sementara itu, harvesting almunium terdiri dari tipe tunggal dan dobel. Untuk tipe tunggal berukuran mulai dari 3 m-9 m dan tipe dobel sampai berukuran 27 m.
“Merek dagang kami adalah CB8288. CB ini singkatan dari Cahaya Barokah. Sementara angka 88 itu ngikuti fengshui Tiongkok saja,” kata Burhan sambil tersenyum.
Material alat panen yang dibuat CV Cahaya Barokah berasal dari limbah bekas mobil truk dan bahan material lainnya. Burhan menjelaskan keunggulan produk buatannya adalah kualitas material bermutu tinggi dan metode pembuatan produk dari ahli yang berpengalaman. Produk alat panen CV Cahaya Barokah melewati proses penyepuhan supaya kualitas tetap terjaga dengan baik.
“Tenaga kerja yang membuat alat panen kami telah berpengalaman. Hasil buatan mereka terbukti tidak kalah dengan impor,” ujarnya.
Proses produksi alat panen CV Cahaya Barokah dihasilkan di Sumatera Utara dan Kalimantan Timur. Sementara itu, kegiatan produksi harvesting almunium dilakukan di Jakarta. Distribusi penjualan alat panen perusahaan mulai dari Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Rata-rata penjualan alat panennya antara 2.000-3.000 unit per bulan.
Strategi pemasaran produknya, kata Burhan, pihaknya berupaya menjaga mutu dan kualitas produk. Lalu bagaimana mempertahankan mutu produk? Burhan mengatakan rahasia dapur perusahaan. “Yang penting bagi kami,mutu produk tidak kalah dengan impor dan bisa berdaya saing,” ujarnya.
Lebih lanjut, dijelaskan Burhan, alat panen seperti egrek dan dodos telah teruji masa pakainya hingga satu tahun lebih. Dalam pemakaian produk, dia mengatakan tergantung dari kompetensi pemanen. Bagi pemanen yang telah bekerja lama dipastikan bisa menggunakan alat dengan baik. Kadang yang mengakibatkan alat panen cepat rusak adalah tidak pahamnya pemanen terutama pemanen baru ketika bekerja di kebun.
Dalam penjualan produk, pria asli Kalimantan Timur ini berprinsip untuk membangun hubungan komunikasi yang baik dengan perusahan perkebunan. “Jadi, hubungan emosional juga menyangkut toleransi sesama kami jaga pula,” katanya.
Burhan mengatakan harga jual produknya sangat kompetitif dengan produk impor. Namun, dirinya menepis anggapan bahwa produk dalam negeri itu murahan dari produk negara lain. “Bagi saya, produk lokal itu jangan sampai dikatakan murahan karena kami bisa bersaing dengan impor. Saya membela sekali produk dalam negeri dan menghargai perajin home industry yang bekerjasama dengan kami. Itu saya menjamin sekali sehingga mau berkompetisi dengan produk negara lain,” ungkapnya.
Ketika menawarkan produknya, dirinya memberikan kesempatan kepada pembeli untuk mencoba produknya dulu. “Silakan kalau mereka (pembeli) mau mencoba. Jika bagus, biasanya mereka akan melanjutkan pembelian. Tapi kalau mereka kurang cocok, ya tidak perlu beli,” ujarnya sambil tersenyum.
(Lebih lengkap baca Majalah SAWIT INDONESIA Edisi 15Februari – 15 Maret 2016)