Bagi perusahaan sekelas Golden Agri Resources, program kemamputelusuran (traceability) menjadi bukti produk sawit yang mereka hasilkan sesuai prinsip keberlanjutan (sustainability) dan bertanggungjawab. Hingga tahun 2020, target perusahaan rantai pasoknya dapat ditelusuri sampai ke kebun sawit petani petani.
Di Desa Kandis, Provinsi Riau, Jondris Pakpahan, agen pengumpul agen Tandan Buah Segar (TBS) sawit, mengikuti lokakarya Golden Agri Resources (GAR) Ltd, induk PT Sinarmas Agro Resources and Technology (SMART) Tbk, mengenai materi ketelusuran rantai pasok TBS. Dalam kehidupan sehari-hari, pekerjaan Jondris keluar masuk desa untuk membeli TBS sawit petani.
Selesai mengumpulkan buah, Jondris mengantarkan buahnya ke pabrik milik GAR yang berlokasi di Ujung Tanjung Kabupaten Rokan Hilir. Setiap hari, Jondris membeli TBS dari setidaknya 10 petani yang telah ia bina.
“Dari lokakarya tadi, saya memperoleh masukan baik dari perusahaan mengenai pentingnya membangun kemamputelusuran hingga di tingkat petani,” kata Jondris seperti dikutip dari blog smart-tbk.com.
Kegiatan Jondris ini bagian dari program kemamputelusuran atau traceability yang dirintis GAR semenjak 2014. Pabrik Ujung Tanjung bagian dari proyek ujicoba GAR selain dua unit pabrik lainnya yaitu Pabrik Langga Payung di Sumatera Utara, dan Pabrik Jelatang di Jambi. Di proyek percontohan ini, GAR terus menelusuri petani swadaya yang menjual TBS secara langsung ke pabrik maupun melalui perantara seperti Jondris.
Jondris belajar cara menggunakan alat bantu dan sistem kemamputelusuran. Antara lain menemukan koordinat lokasi perkebunan mereka dengan menggunakan smartphone. Selain itu, mereka dilatih mengisi dokumen yang ketika membeli TBS petani.
Agus Purnomo, Managing Director for Sustainability and Strategic Stakeholder Engagement GAR menjelaskan pengembangan skema kemamputelusuran ini merupakan salah satu inisiatif GAR dalam menjawab tudingan yang kerap diarahkan kepada industri sawit nasional.
“GAR termasuk kelompok pertama yang menjalankan traceability ini. Selain kami terdapat satu atau dua perusahaan sawit lainnya dengan program serupa,” kata Agus.
Tujuan dari penelusuran rantai pasok merupakan proses mengetahui dari mana bahan baku seperti TBS kelapa sawit berasal: dari perkebunan mana, siapa pemilik kebun tersebut dan dimana lokasi perkebunan berada.
Rencana kemamputelusuran hingga ke perkebunan GAR melanjutkan apa yang telah diselesaikan pada tahap pertama pemetaan rantai pasok. Pada Desember 2015, GAR sukses menerapkan traceability pada 489 pabrik sebagai pemasok ke delapan fasilitas pengolahan GAR di Indonesia.
Tahun ini, penelurusan rantai pasok telah selesai untuk 44 pabrik kelapa sawit milik perusahan. Jumlah pasokan dari pabrik mereka ini sekitar 40%. Upaya ini termasuk penelusuran tandan buah segar (TBS) yang dibeli pabrik-pabrik tersebut dari para agen TBS dan petani swadaya.
Dari hasil penelusuran tadi didapatlah nama pabrik, titik koordinat, alamat, nama pemilik, dan lokasinya. Tahapan berikutnya perusahaan sedang melacak sumber bahan TBS sawit ke pabrik.
“90 persen asal TBS di 44 pabrik sawit GAR telah diketahui asal-usulnya. Karena, buah tadi dari kebun inti GAR dan plasma. Sedangkan, 10 persen sisanya dalam proses penelusuran karena berasal dari petani swadaya dan agen pengumpul,” jelas Agus.
Ditambahkan Head of Downstream Sustainability Implementation GAR Daniel Prakarsa menargetkan rekam jejak bahan baku di pabrik milik perusahaan dapat selesai pada 2017. “Kemamputelusuran ini menjadi penting bagi kami sebagai upaya perubahan perbaikan rantai pasok kami. Sulit melakukan perubahan itu tanpa mengetahui sampai mana rantai pasoknya,” kata Daniel.
(Ulasan lebih lengkap silakan baca Majalah SAWIT INDONESIA Edisi 15 Oktober-15 November 2016)