Produk makanan berlabel Palm Oil Free (POF) tidak sesuai aturan yang berlaku di Indonesia. Jika masih ditemukan di supermarket, BPOM mengancam mencabut nomor edar produk. Ini berarti produk tersebut dicap ilegal.
Suratmono, Deputi III Bidang Pengawasan Makanan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya BPOM, menyebutkan beredarnya produk makanan berlabel Palm Oil Free (POF) telah melanggar peraturan yang dikeluarkan oleh BPOM.
“Kita tidak pernah setuju dengan produk berlabel Palm Oil Free (POF) karena menabrak aturan BPOM,” ungkap Suratmono kepada Sawit Indonesia melalui sambungan telepon.
Menurutnya, ketika produk makanan bermerek Valledoro Birrini yang didaftarkan oleh CV Fermanto BevFoods kepada BPOM,tidak dicantumkan label bertuliskan Palm Oil Free. Label ini telah melanggar Peraturan Kepala BPOM No HK 03.1.23.11.11.09909 Tahun 2011 tentang Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Pangan Olahan.
Memang dalam peraturan tersebut tidak disebutkan secara langsung bahwa dilarang mencantumkan label bebas minyak sawit, dalam Bab VIII perihal Larangan pada Ayat 3 Poin B, disebutkan produk olahan makanan dilarang mencantumkan label yang memanfaatkan ketakutan konsumen.
Sebelum produk makanan impor beredar, menurut Suratmono, importir mengikuti proses pendaftaran kepada BPOM. Pertama, importir harus menginformasikan jenis produk, komposisi kandungan makanan, dan sertifikat analisisnya. Masalahnya, produk yang disetujui BPOM tidak sesuai dengan yang beredar di pasaran.
Suratmono menyebutkan BPOM tidak pernah mengijinkan pencantuman label palm oil free yang ditempelkan produk makanan Birrini. “Motifnya saya tidak tahu karena saat didaftarkan memang produk itu tidak mencantumkan label Palm Oil Free. Tapi yang jelas dia melanggar aturan. Kemungkinan ingin mendiskreditkan industri sawit kita,” tambah Suratmono.
Menurut Suratmono, BPOM mendukung perkembangan industri sawit di dalam negeri. Makanya, klaim label tersebut tidak diijinkan regulasi. Selain itu, dalam aturan internasional melarang kampanye negatif yang bertujuan mendiskreditkan produk sawit.
“Dulu,kami berjuang menghadapi masalah kampanye negatif di Amerika Serikat. Kami bekerjasama dengan Malaysia. Jadi, Amerika kan ingin mengunggulkan produk pertaniannya seperti minyak kedelai. Kita tidak mau. Makanya ketika dia (Amerika) melakukan fortifikasi kita tidak setuju,” jelasnya.
Dilanjutkan Suratmono, sebelum masuknya surat GAPKI yang ditujukan kepada Kementerian Perdagangan. Sebenarnya, sudah dilakukan tindakan dari BPOM karena kami mendapatkan temuan. “Dan surat dari GAPKI kan ditujukan kepada Kemendag. Kemendag bingung kenapa surat itu ditujukan ke mereka lantas tanya ke BPOM. Nah kami sebut bahwa kami sudah melakukan tindakan pada tanggal 12 Februari,” jelasya.
Setelah itu, BPOM memberikan surat teguran keras kepada importir supaya produknya ditarik dari peredaran. Pada tanggal 17 Februari, kata Suratmono, pihaknya membuat surat edaran kepada Balai POM di seluruh indonesia untuk memantau kegiatan penarikan tersebut.
Saat ini, dijelaskan Suratmono, BPOM telah menginstruksikan importir/distributor supaya menarik produk tersebut. Setelah itu, importir diminta perbaiki label sebagaimana pada saat pertama pendaftaran seperti tercantum dalam Surat BPOM No. 1N.07.06.531.A2.16.004308.
(Lebih lengkap baca Majalah SAWIT INDONESIA Edisi 15 Maret-15 April 2016)