TARAKAN, SAWIT INDONESIA- Borneo Forum ke-6 yang diadakan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) cabang Kalimantan Utara mengusung tema ‘Mewujudkan Sawit Berkelanjutan untuk Kesejahteraan Rakyat’, Selasa (14 November 2023), di Tarakan, Kalimantan Utara (Kaltara).
Acara tahunan yang diadakan oleh pelaku usaha (perusahaan) kelapa sawit di Kalimantan ini, dibuka oleh Ketua Umum GAPKI, Eddy Martono dan dihadiri oleh Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara), Zainal Arififn Paliwang; Walikota Tarakan, Khairul; jajaran forkompimda Tarakan dan perusahaan-perusahaan kelapa sawit yang tergabung di GAPKI cabang Kaltara, serta GAPKI cabang Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Selain itu, tampak hadir perwakilan mahasiswa dari Universitas Borneo Tarakan.
Ketua GAPKI Kaltara, Hendra Lintung, mengatakan terkait dengan tema ‘Mewujudkan Sawit Berkelanjutan untuk Kesejahteraan Rakyat’, bahwa sawit tidak hanya berdampak positif pada perekonomian melainkan bisa menyeimbangkan alam.
“Adapun pada acara Borneo Forum ke-6 ini, di hari pertama terbagi menjadi tiga sesi talkshow (diskusi) dengan tema berbeda yaitu Program Peremajaan Sawit Rakyat dan Keterlanjuran Area Lahan yang Masuk Kawasan Hutan, dan Fasilitas Kebun Masyarakat dengan menghadirkan narasumber yang kompeten di bidangnya,” ucapnya, saat memberikan sambutan, pada Selasa (14 November 2023).
Pada kesempatan yang sama, Eddy Martono, Ketua GAPKI Pusat, menyambut baik tema dan topik diskusi karena sesuai dengan kondisi yang ada. Pihaknya mengutarakan kehadiran Forkompimda di Borneo Forum 2023 merupakan bentuk dukungan pada industri sawit.
“Kami menyambut baik kegiatan (Borneo Forum) yang pada kesempatan ini mengangkat tema Mewujudkan Sawit Keberlanjutan untuk Kesejahteraan Rakyat. selain itu, ada tiga sesi diskusi dengan tema berbeda yaitu program PSR, Keterlanjuran Area Kebun Masuk ke Dalam Kawasan Hutan dan Fasilitas Kebun Masyarakat,” ujar Eddy.
Lebih lanjut, ia meski kinerja industri sawit masih menunjukkan positif, tetap masih menghadapi tantangan. Pertama, masalah produksi. Meski kita produsen minyak sawit terbesar di dunia, di satu sisi kita juga konsumen terbesar. Saat ini, produksi sawit stagnan dan cenderung turun, tetapi konsumsi domestik terus meningkat. Dari tahun 2021 – 2022 konsumsi domestik naik menjadi 3 juta ton, ekspor yang tadinya 70% turun menjadi 40%, karena konsumsi yang terus naik.
“Untuk itu perlu dukungan dari kita semua, maka perlu melakukan peremajaan baik yang dikelola perusahaan maupun petani (rakyat). Peremajaan sawit rakyat harus dibantu (percepatan) agar produksinya meningkat. Kalau tidak terjadi kenaikan produksi maka yang akan dikorbankan adalah devisa dan ekspor. Ini jangan sampai terjadi, maka kita bersama-sama untuk meningkatkan produksi. Bersama-sama dengan pemerintah daerah dengan kebijakan-kebijakan yang kondusif agar industri sawit bisa tetap bertahan,” jelasnya.
Kedua, lanjut Eddy, kewajiban FPKM 20%, jangan sampai terjadi konflik sosial seperti yang terjadi beberapa waktu lalu di Kalimantan Tengah. Dan, maraknya terjadi pencurian TBS di kebun perusahaan, mungkin belum banyak terjadi di Kaltara, tetapi di wilayah lain sudah banyak terjadi. Mereka (oknum) yang mencuri banyak digunakan untuk membeli narkoba, karena sudah ada laporan narkoba sudah masuk ke pelosok-pelosok perkebunan sawit. Ini yang perlu kita cegah, jangan sampai ini terus terjadi di Kaltara.
“Ketiga, sengketa hukum pasal 110A dan 110B UUCK, anggota GAPKI ada yang tersangkut pasal 110A dan 110B dan harus membayar denda Rp9,3 miliar dan harus membayar denda administratif Rp128 miliar, ini sangat memberatkan anggota GAPKI. Ini sedang kami perjuangkan agar tidak dikategorikan pada pasal 110B, bagaimana kalau di lokasi tersebut sudah ada pabrik, perumahan karyawan dan sekolah maka akan ada masalah sosial baru di area tersebut,” tambahnya menjelaskan.
“Dan, keempat, saat ini ada sekitar 30-an kementerian/lembaga yang mengurusi sawit, akhirnya yang terjadi tumpang tindih kebijakan. Kami berharap, perlu disederhanakan jangan terlalu banyak pihak yang mengurusi sawit maka tidak akan kondusif. Yang terjadi, industri sawit tidak berkembangkan melainkan dikerdilkan dengan banyaknya kebijakan yang tumpang tindih,” pungkas Eddy.
Penulis: Robi Fitrianto