JAKARTA, SAWITINDONESIA – Keluhan pelaku usaha terhadap implementasi pungutan CPO yang berjalan semenjak 16 Juli kemarin mendapatkan respon dari Kementerian Keuangan. Suahasil Nazara, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF)Kementerian Keuangan, mengatakan bahwa aturan teknis pungutan CPO sudah komplit seperti peraturan menteri keuangan dan peraturan menteri perdagangan yang mengatur surveyor.
“Memang saya dengar dari kalangan pengusaha bahwa masih ada kebingungan dengan aturan di lapangan. Saya pikir ini bagian dimana sosialisasi harus lebih gencar, “kata Suahasil kepada SAWIT INDONESIA dalam pembicaraan lewat telepon.
Ditegaskan pemerintah sekarang memberlakukan kebijakan pungutan CPO. Menurut Suahasil, mekanisme pembayaran pungutan tidak jauh berbeda dengan mekanisme bea keluar. Sebenarnya, tidak perlu ada masalah di lapangan.
Terkait keluhan asosiasi sawit yang dibebankan pungutan dan bea keluar oleh aparat Bea Cukai. Suahasil menegaskan pungutan ganda ini tidak bisa dilakukan karena bea keluar belum mencapai batas bawah(thereshold). Sekarang ini yang berlaku adalah kebijakan pungutan.
Dia pun menjelaskan PMK 136/2015 yang mengatur perubahan PMK 128 mengenai tarif BK CPO, sudah diparaf Menteri Keuangan. Aturan ini sudah ada dan menunggu dipublikasikan di web. “Tapi PMK tersebut belum bisa dieksekusi karena harga CPO masih di bawah thereshold,” jelasnya.
“Saya ngerti perlu ada yang diperbaiki di awal pemberlakukan pungutan CPO ini,” kata Suahasil.
Minimnya sosialisasi aturan ditengarai sebagai penyebab terjadinya kekacauan di lapangan. Suahasil mengatakan jajaran Kementerian Keuangan dan Bea Cukai sudah mensosialisasikan aturan ini. Misalkan saja, dirinya tahu Direktur Jenderal Bea Cukai sudah membuat surat edaran ke jajarannya berkaitan pungutan CPO.
Sosialisasi, kata Suahasil, dapat dilakukan perwakilan pelaku usaha yang duduk struktur dewan pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit. “Sosialisasi aturan bisa dijalankan Pak Bayu (red-Direktur Utama BPDP). Badan ini bisa pula berkomunikasi dengan Bea Cukai. Saya rasa ada periode di mana komunikasi lebih intens. ,” jelasnya.
Togar Sitanggang, Sekretaris Jendral Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI), mengeluhkan sampai Jumat kemarin (24/7) belum diperoleh salinan PMK 136/2015. Eksportir ingin mendapatkan kepastian karena di lapangan ada eksportir yang membayar sesuai BK CPO lama. “Kalau ini terjadi berarti, surat dari dirjen (red-Bea Cukai) tidak sampai,” keluhnya.
Pada jumpa pers yang bertempat di Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Togar Sitanggang, menyatakan kebijakan pungutan terkesan terburu-buru dan dipaksakan ini terlihat dari ketidaksiapan regulasi teknis yang mendukung program pungutan CPO. Sebagai contoh, pemerintah menyatakan sudah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2015 tentang perubahan Bea Keluar Barang yang merupakan revisi atas PMK 128/2013. Dan PMK 133/2015 sebagai pengganti PMK 114/2015 mengenai tarif layanan BLU Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit.
“Sudah seminggu kepala kita pusing gara-gara masalah ini. Katanya, aturan sudah keluar tapi belum kami terima,” kata Togar.
Sahat Sinaga, Wakil Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia, mengatakan jika pemerintah tidak secepatnya memberesi masalah ini yang paling dirugikan kalangan pelaku usaha. Pasalnya, mereka bisa terlambat mengapalkan barang sehingga dibebani biaya tunggu kapal (demurrage cost).
Secara nasional, kata Sahat, ekspor minyak sawit yang ditargetkan 21 juta ton diperkirakan tidak akan tercapai apabila pemerintah tidak segera menuntaskan masalah ini. Tahun lalu, ekspor CPO dan produk turunannya sebanyak 20,8 juta ton.