JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Program biofuel dapat meningkatkan keterlibatan petani secara langsung melalui pengembangan teknologi baru. Salah satunya adalah pengembangan biohidrokarbon yang menghasilkan Green Diesel, Green Gasoline dan Green Fuel Jet.
“Melalui Palm Oil for Renewable Energy: Next Program, petani akan terlibat langsung dalam biofuel. Saat ini Indonesia telah mengembangkan teknologi yang mengkonversi sawit menjadi Bahan Bakar Biohidrokarbon untuk produksi Green Diesel, Green Gasoline dan Green Fuel Jet,” ujar Plt Kadiv Lembaga Kemasyarakatan Civil Society BPDPKS, Sulthan Muhammad Yusa saat menjadi pembicara webinar “Peranan BPDPKS Mendorong Petani Kelapa Sawit Suplai Bahan Baku Biodiesel” yang diselenggarakan InfoSAWIT, di Jakarta, Kamis (10 Juni 2021).
Yusa menjelaskan bahwa proses produksi bahan bakar biohdrokarbon lebih sederhana dibandingkan proses produksi biodiesel. Bahan baku biohidrokarbon dipasok dari bahan baku Industrial Vegetable Oil (IVO). Selanjutnya, biohidrokarbon akan memproduksi bahan bakar yang berbeda-beda berdasarkan jenis pabrik/refineri.
Pengembangan ini akan melibatkan petani dan akan menggunakan teknologi yang bisa diimplementasikan dengan skala tidak besar dan menguntungkan petani kelapa sawit. Nantinya, pekebun swadaya sebagai sumber produksi IVO dengan koperasi petani sebagai pengelola.
“Kita perlu mendorong program yang bermanfaat bagi petani yang memang membutuhkan,” ujarnya.
Sementara itu, Koordinator Investasi dan Kerjasama Bioenergi Ditjen EBTKE, Kementerian ESDM, Elis Heviati menjelaskan bahwa penggunaan IVO akan menghemat biaya produksi lebih murah 15%-20% dari pabrik sawit konvensional. Selanjutnya, (Tidak bermasalah dengan Free Fatty Acid yang tinggi). Lantas, kandungan metal dan chlorine rendah, Oil Extraction rate meningkat dari 18-22% menjadi 24- 36%.
“Serta dapat dikelola oleh Koperasi/BUMD dan SNI IVO sudah terbit,” kata Elis Heviati.
Ia mengatakan pemanfaatan biofuel tidak sebatas untuk biodiesel saja, dan tidak terbatas pada pengusahaan skala besar, didorong yang berbasis kerakyatan, untuk spesifikasi menyesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Termasuk mendorong pemanfaatan by product biodiesel, serta pemanfaatan hasil sawit non-CPO.
Ricky Amukti dari Traction Energy Asia menjelaskan bahwa dengan menempatkan pekebun mandiri kelapa sawit dalam rantai pasok biodiesel sangat dimungkinkan, terlebih Pekebun sawit mandiri menguasai 40% dari total luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Kehadiran pekebun sawit mandiri dalam rantai pasok produksi biofuel sudah terbukti membantu meningkatkan kesejahteraan dan memberantas kemiskinan. Termasuk, mengurangi resiko deforestasi dan menjaga hutan alam yang tersisa dan menggunakan TBS kelapa sawit yang dihasilkan dari lahan pekebun sawit mandiri dapat mengurangi emisi dari keseluruhan daur produksi biodiesel.
Ia mengusulkan , pengadaan TBS dari Pekebun Mandiri yang dilakukan PKS sebaiknya dengan menempatkan Pekebun Mandiri sebagai pelaku rantai pasok CPO melalui Kerjasama Kemitraan berbasis karakteristik usaha, dimana kemitraan antara pekebun mandiri dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit/pabrik kelapa sawit adalah solusi untuk peningkatan kinerja dan skala usaha pekebun mandiri.