AES AgriVERDE dapat menjadi partner yang tepat untuk membangun pembangkit listrik biogas. Menawarkan berbagai macam skema kerjasama sesuai kebutuhan konsumen.
Tren pengolahan limbah cair sawit menjadi sumber bahan baku pembangkit listrik tenaga biogas mulai bergeliat. Banyak perusahaan provider teknologi biogas yang menawarkan layanan dan jasa terintegrasi mulai dari pendanaan sampai kepada operasional. Salah satunya PT AES AgriVerde Indonesia yang semenjak tahun 2007 mengembangkan bisnis teknologi pembangkit listrik energi terbarukan khususnya biogas.
Susana Nuke Hendriarianti, General Manager PT AES AgriVerde Indonesia, solusi yang ditawarkan perusahaan berupa end to end solution bagi perusahaan kelapa sawit yang mengurangi emisi gas rumah kaca dari limbah cair atau Palm Oil Mill Effluent (POME).
“Kalau tahun 2007, layanan kami membantu perusahaan sawit dalam pengurangan emisi gas rumah kaca dalam rangka mekanisme pembangunan bersih. Semenjak tahun 2012, selain pengurangan emisi gas rumah kaca kami juga membantu partner kami dengan memberikan layanan pengolahan limbah cair menjadi energi terbarukan terutama listrik,” ujar Susana.
Terbitnya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No 27 Tahun 2014 yang mengatur harga dasar jual Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg), mendorong minat perusahaan sawit untuk membangun PLTBg. Walaupun begitu, pelaku sawit kerapkali khawatir dengan hambatan dari aspek pendanaan, kemampuan pengelolaan, modal tenaga kerja dan manajemen resiko.
Susana Nuke menyebutkan disinilah peranan AES AgriVerde untuk memberikan solusi atas hambatan tersebut. Sebagai contoh apabila bujet pembangunan PLTBg tidak masuk dalam anggaran perusahaan, AES AgriVERDE bisa menyediakan skim pendanaan. Pola kerjasama ini disebut Build Own Operate (BOO) dengan dan opsi teknologi yang dapat di beli.
Susana Nuke mengatakan dengan skema BOO ini perusahaan sawit dapat meminimalisir resiko ketika menjalankan pembangkit listrik biogas. Skim ini membantu segi pendanaan, operasional dan pengelolaan dalam jangka waktu sesuai kontrak. Setelah kontrak berakhir, pembangkit biogas dapat dibeli oleh perusahaan sawit.
“Investasi PLTBg cukup besar, makanya perusahaan sawit harus mempelajari resiko dan percaya diri dengan kemampuannya. Disinilah, peranan kami untuk memberikan informasi kepada mereka strategi meminimalisir resiko dan memaksimal hasil investasi,” ujar Laksminiarti Wardani Business Development Executive PT AES AgriVerde Indonesia.
Investasi pembangunan PLTBg antara US$ 3 juta-US$ 4 juta untuk kapasitas 2 MW dari pabrik berkapasitas 60 ton TBS.
Susana menyebutkan model kerjasama pembangunan PLTBg dapat disesuaikan dengan kebutuhan business partner. Makanya selain skim BOO, AES AgriVERDE menawarkan tiga bentuk kerjasama lain yaitu EPC (Engineering, Procurement, Construction), OMM (Operation,Monitoring, Maintenance), dan PPA Development services. Untuk kerjasama EPC, perusahaan sawit akan membeli teknologi AES AgriVERDE termasuk pula instalasi dan pembangunan pembangkit biogas.
Dalam kerjasama OMM ini, AES AgriVERDE bertanggungjawab kepada pengoperasian dan monitoring PLTBg untuk menjamin kegiatan berjalan baik. Sementara itu, PPA development services adalah kerjasama membantu pengurusan perijinan dan perjanjian jual beli listrik dengan PLN.
Perusahaan menyediakan sistem teknologi biogas meliputi biodigester lagoon, UASB, biogas pre treatment, biogas engines, dan cogeneration. Teknologi ini mampu mengurangi Chemical Oxygen Demand (COD) hingga 85% dan memproduksi biogas dengan kandungan metan sebesar rata rata 55%. Dengan sistem teknologi yang terintegasi akan membantu perusahaan sawit apabila ingin menggantikan penggunaan listrik dari diesel dan atau menjual listriknya ke PT PLN.
“Banyak pabrik sawit memakai provider berbeda untuk cover lagoon, pre treatment system dan engine. Dengan memilih satu penyedia end to end services, dalam hal ini artinya pretreatment, biodigester, dan engines, akan mempermudah koordinasi dan operasi ,” ujar Susana Nuke.
Pengoperasian pembangkit listrik biogas telah tersambung dengan sistem otomasi. Menurut Susana, sistem ini tangguh dan handal jika dioperasikan secara benar, hal ini telah terbukti selama delapan tahun ini di berbagai proyek AES AgriVERDE di Indonesia. Sistem otomasi dapat dipantau dan dikendalikan melalui jaringan internet online dan telepon seluler. Tak hanya itu, teknologi ini ditunjang sistem peringatan yang berguna untuk monitoring dan alarm dini kepada operator jika sewaktu-waktu timbul masalah.
(Selengkapnya baca Majalah SAWIT INDONESIA Edisi 15 Desember 2015-15 Januari 2016)