BELITUNG, SAWIT INDONESIA – Industri sawit telah terbukti sebagai penyumbang devisa negara terbesar dan membuka lapangan kerja. Komoditas ini juga membantu perekonomian Indonesia di kala defisit neraca perdagangan kian tergerus.
“Sawit berperan penting bagi perekonomian Indonesia ketika devisa tertekan akibat penguatan dolar AS terhadap rupiah dan defisit neraca perdagangan terjadi sampai semester tahun ini,” kata Joko Supriyono, Ketua Umum GAPKI, dalam Lokakarya Wartawan Ekonomi dan Pertanian yang bertemakan “Membangun Pemahaman Komprehensif tentang Industri Kelapa Sawit Yang Berkelanjutan”, di BW Suite Belitung Hotel, Kamis (23 Agustus 2018).
Menurut Joko Supriyono, kemampuan industri sawit dalam jangka pendek bisa mengurangi beban perekonomian. Namun demikian, Joko mengajukan pertanyaan bagaimana posisi negara untuk menganggap industri sawit penting bagi perekonomian Indonesia? Sebagai informasi, industri sawit menyerap lapangan pekerjaan sebanyak 17,5 juta pekerja dan menyumbang devisa lebih US$20 miliar devisa ekspor.
Yang sangat disayangkan, kata Joko Supriyono, kampanye negatif terus terjadi di Indonesia. Padahal, komoditas ini telah memberikan kontribusi besar bagi Indonesia. Menurutnya, kampanye negatif tidak berdiri sendiri karena ada dukungan dari negara lain, media skala global dan kompetitor sawit.
“Masalah kampanye negatif dapat diselesaikan bersama. Salah satunya, media dapat berperan meng-counter kampanye negatif,”jelasnya.
Joko mencontohkan soal kebakaran hutan di Kalimantan Barat yang agak serius. Namun beritanya tidak begitu gencar. “Kota Pontianak ditutup, sekolah diliburkan tapi kok beritanya gak heboh. Kenapa?,” tanya Joko.
Persoalan kebakaran, kata Joko, karena kebakaran berada di kota, bukan konsesi sawit. Dalam konteks inilah kampanye anti sawit merupakan tantangan kita yang berat.
Oleh sebab itu, Gapki sangat berharap insan pers mampu memberikan edukasi yang baik dan menyampaikan juga manfaat positif tentang industri kelapa sawit bagi penguatan perekonomian Indonesia.
Lokakarya ini diikuti 34 jurnalis dari berbagai daerah di Indonesia yang berlangsung selama dua hari, dari 23-24 Agustus 2018.