JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Pemerintah Malaysia menargetkan pendapatan ekspor sawit mencapai RM80 miliar pada 2018. Faktor penopang perolehan devisa tahun ini adalah volume produksi dan harga yang lebih tinggi, seperti diungkapkan Plantation Industries and Commodities Ministry.
Pendapatan tahun ini dapat tumbuh 2,8% daripada tahun kemarin yang berjumlah RM77,8 miliar.”Dalam pandangan kami, produksi minyak sawit (Malaysia) dapat mencapai 20,5 juta ton,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian, Datuk K. Yogeesvaran.
“Saya berharap, dengan upaya pemasaran yang lebih terpadu di pasar negara berkembang seperti Iran, Vietnam dan Filipina, ekspor tahun ini akan mencapai RM80 miliar,”katanya pada pekan lalu seperti dilansir dari New Straits Times .
Awal tahun ini, Parlemen Uni Eropa (UE) memilih untuk melarang biofuel berbasis minyak sawit pada tahun 2021, sementara biofuel berbasis minyak nabati lainnya seperti yang berasal dari minyak kedelai dan minyak rapeseed dapat terus digunakan sampai tahun 2030.
Ketika diminta berkomentar, Yogeesvaran menegaskan kembali bahwa larangan minyak sawit yang diajukan oleh Parlemen Uni Eropa adalah penghalang perdagangan proteksionis yang tidak dapat diterima, dan pelanggaran komitmen Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) Uni Eropa.
Malaysia telah mengangkat masalah ini di Komite Hambatan Teknis Perdagangan (TBT) WTO dan Dewan Perdagangan Barang (CTG) pada 20 Maret – Maret 2018, bersama dengan Thailand, Indonesia, Kolombia, Kosta Rika dan Guatemala.
Yogeesvaran mencatat bahwa Uni Eropa mengadakan pertemuan negosiasi Trilog terbaru pada 27 Maret 2018 di Brussels, untuk membahas Pedoman Energi Terbarukan (RED). Pertemuan trilog berikutnya akan diadakan pada 17 Mei tahun ini.
“Kami mengharapkan perlakuan yang sama untuk ekspor minyak sawit ke Eropa. Kami mendesak Komisi Eropa, Pemerintah Eropa, dan Dewan Uni Eropa, untuk menolak larangan minyak sawit yang diajukan, ”kata Yogeesvaran.