JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Uni Eropa gagal mencapai konsensus berkaitan perpanjangan masa penggunaan glifosat. Dalam rapat pengambilan suara pada Kamis pekan lalu, belum diperoleh keputusan pembaruan lisensi EU untuk glifosat selama lima tahun gagal mencapai mayoritas.
Alhasil,keputusan ini untuk sementara ditunda hingga batas waktu 18 bulan. Walaupun lisensi glifosat akan berakhir 15 Desember 2017.
Dalam pengambilan suara, Empat belas negara setuju ntuk memperbarui, sembilan menolak, dan lima negara termasuk Jerman memilih abstain. Dengan begitu, Komisi Eropa akan membuat sebuah proposal baru untuk dipilih.
“Tidak ada mayoritas yang memenuhi syarat untuk pembaruan glifosat dalam pemungutan suara hari ini,” kata Menteri Lingkungan Luksemburg Carole Dieschbourg di Twitter, sebagiaman dilansir dari situs dw.com.
Persoalan bahan aktif herbisida ini sangat kontroversial setelah keputusan Parlemen Uni Eropa yang mengusulkan pelarangan glifosat setelah tahun 2022. Usulan parlemen inilah mendorong pengurangan masa perpanjangan lisensi glifosat dari 10 tahun menjadi 5 tahun.
Sementara itu, ara aktivis lingkungan itu menunjuk pada sebuah studi pada 2015 oleh Badan Penelitian Kanker Internasional WHO (WHO) yang menyimpulkan glifosat bersifat karsinogenik (menyebabkan penyakit kanker).
Tetapi, Badan Otoritas Keamanan Pangan Eropa dan Bahan Kimia Eropa mengeluarkan kajian bahwa glifosat bukan pemicu kanker pada manusia, sesuai tinjauan pada 2016 yang dilakukan pakar WHO dan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB.
Midzon Johanis, Chairman Croplife Indonesia, mengatakan, “sampai saat ini Eropa masih belum mencapai konsensus mengenai glifosat ini. Kasus ini sudah sangat politis sifatnya di sana.”
“Kita lihat nanti keputusan terakhir di EU. Karena hasil keputusan di sana pasti akan memicu NGO anti-pestisida untuk bereaksi,”pungkasnya.