JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menegaskan bahwa kelapa sawit bukan penyebab utama deforestasi sebagaimana tuduhan selama ini. Itu sebabnya, resolusi Parlemen Uni Eropa tidak dapat diterima dan mesti ditolak.
San Afri Awang, Dirjen Planologi dan Tata Ruang Kehutanan Kementerian LHK, menyebutkan berdasarkan data Komisi Uni Eropa laju deforestasi global dalam 20 tahun terakhir mencapai 239 juta hektare.
“Dari data tadi, penyebab utama deforestasi sekitar 50 juta hektare dari sektor peternakan. Lahan kedelai 13 juta hektare. Berikutnya, jagung menyumbang 8 juta hektare.
“Sedangkan deforestasi dari sawit sekitar 6 juta hektare atau 2,5%. Itu sebabnya, minyak sawit bukan penyebab utama deforetasi seperti dikatakan Eropa,”kata San Afri dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi IV DPR dengan GAPKI, KLHK, Kementerian Pertanian, di Jakarta, Selasa (18/4/2017).
Menurut San Afri, Eropa terlalu berlebihan dalam memproteksi tanaman minyak nabati yang dihasilkan di negaranya. Pasalnya, mereka khawatir dengan produktivitas kelapa sawit yang sepuluh kali lebih tinggi dari rapak (rapeseed) dan minyak bunga matahari (sunflower). Sebagai informasi produktivitas rapeseed 0,6 ton/hektare dan sunflower 0,5 ton/hektare.
San Afri menambahkan tidak ada bukti pelanggaran HAM walaupun ada konflik tenurial. Di sawit, tidak ada pelanggaran HAM besar. “Tuduhan eksploitasi pekerja anak di kebun sawit juga tidak cukup datanya,” kata San Afri.
Tuduhan korupsi yang dilontarkan Uni Eropa, kata San Afri, juga harus ditolak. Selain itu, pemerintahan Jokowi telah banyak membangun dalam kebijakan lingkungan seperti pembentukan Badan Restorasi Gambut.
Bambang, Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian menyebutkan pemerintah sedang memperkuat sertifikasi ISPO di dalam negeri. “Apabila penerapan ISPO telah mencapai 100 persen di dalam negeri, maka Uni Eropa tidak akan lagi meragukan kelapa sawit kita,” ujar Bambang.