JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Penerapan Kewajiban Pasar Domestik atau Domestic Market Obligation (DMO) membawa dampak kepada ekspor sawit di awal tahun. Penerimaan negara turun sebagai imbas strategi mengunci ekspor yang dijalankan Kemendag RI.
Merujuk data Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), ekspor sawit sepanjang Januari tahun ini sebanyak 2,337 juta ton. Selanjutnya pelemahan ekspor kembali terjadi sampai 24 Februari menjadi 1,701 juta ton. Total jumlah ekspor sawit menjadi 4,03 juta ton.
“Di awal tahun ini, volume ekspor Januari sampai minggu ketiga Februari sekitar 4 Juta ton. Ini penurunan signifikan. Dengan Jumlah penerimaan ekspor sawit dua hanya 6,2 juta triliun rupiah,” ujar Eddy Abdurrachman, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Dalam Webinar yang diadakan Ombusdman RI, Jumat (25 Februari 2022).
Penerimaan ekspor Rp 6,21 triliun sepanjang dua bulan pertama tahun ini terdiri dari Rp 3,45 triliun pada Januari dan Rp 2,76 triliun pada Februari. Sebagai perbandingan, pungutan ekspor sawit Januari 2021 mencapai Rp 6,51 triliun dan Februari 2021 berjumlah Rp 4,83 triliun.
Rerata harga CPO CIF Rotterdam per Januari 2022 sebesar US$1.355/ ton. Kenaikan harga CPO terus terjadi di bulan Februari menjadi US$1.454/ton.
“Bahkan harga terus meningkat di minggu kedua Februari menjadi US$1.640 per ton, ” ujarnya.
Sahat Sinaga, Direktur Eksekutif GIMNI, mengakui ekspor Januari dan Februari 2022 bakalan turun dari segi volume dan devisa. Pada Januari 2022, volume ekspor CPO dan produk turunan diperkirakan 2,1 juta ton. Terdiri dari 178 ribu ton produk CPO dan 1,9 juta ton produk hilir.
“Biasanya volume ekspor sekitar 3 jutaan ton setiap bulan. Tapi akibat DMO, ekspor bakalan turun. Pada Februari, volume ekspor diperkirakan anjlok sekitar 1,6 juta ton. Ekspor ini terdiri dari CPO 137 ribu ton dan produk hilir sekitar 1,5 juta ton,” jelasnya saat dihubungi minggu pertama Februari melalui sambungan telepon.
Kementerian Perdagangan memilih strategi mengunci ekspor sawit. Strategi ini digunakan untuk menjamin ketersediaan bahan baku di dalam negeri.
Oke Nurwan, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan RI, menjelaskan DMO minyak goreng digunakan pemerintah supaya stok bahan baku untuk minyak goreng terpenuhi di dalam negeri.
Memang kebijakan ini memprioritaskan pasokan dalam negeri dibandingkan ekspor. Itu sebabnya, eksportir diminta mengalokasikan 20% dari total jumlah ekspornya.