Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) memberikan dukungan penuh pelaksanaan sertifikasi ISPO.
Sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) menjadi kewajiban yang harus didapat perusahaan yang tergabung dalam Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), karena sebagai mandatory dari pemerintah. Dan, menjadi komitmen bagi GAPKI, hal tersebut disampaikan Ketua Umum GAPKI, Joko Supriyono saat menjadi salah satu pembicara pada Dialog Webinar Refleksi 10 tahun ISPO: Percepatan Sawit Indonesia Berkelanjutan yang diselenggarakan Majalah Sawit Indonesia, pada 22 September 2021).
Dijelaskan Joko Supriyono, asosiasi menargetkan 100% sertifikasi ISPO bagi anggotanya pada tahun lalu (2020). “Ini adalah suatu keniscayaan karena sertifkasi ISPO sebagai mandatori dari pemerintah untuk pelaku usaha perkebunan kelapa sawit,” jelasnya.
Seperti diketahui, sertifikasi ISPO menjadi standar tata kelola perkebunan kelapa sawit di Indonesia salah satunya untuk menjawab tudingan negatif terhadap industri sawit sebagai penopang ekonomi nasional.
Selanjutnya, Joko mengatakan tetapi memang kita tidak dapat memungkiri adanya hambatan dalam melaksanakan sertifikasi ISPO bagi anggotanya yang belum mendapat sertifikat tata kelola berkelanjutan perkebunan kelapa sawit yaitu pandemi Covid-19 dan transisi dari sertifikasi ISPO lama ke ISPO baru.
“Untuk itu, perlunya komunikasi yang intens antara pengusaha (perusahaan perkebunan kelapa sawit) dengan komite ISPO. Ini penting karena dalam pelaksanaannya pasti menghadapi kendala sehingga penting untuk koordinasi dan komunikasi. Maka, saya sepakat dengan Ketua FP2SB (Achmad Mangga Barani) bahwa komite ISPO perlu segera diaktifkan,” lanjutnya.
Selain itu, imbuh Joko,dengan adanya UU Cipta Kerja ada adjustment berkaitan dengan regulasi prinsip dan kriteria sertifikasi ISPO sehingga harus ada penyesuaian karena di dalam UU Cipta Kerja yang dulunya ketat, saat ini ada relaksasi. “Hal ini yang akan mempengaruhi kecepatan dalam mengejar 100% sertifikasi ISPO anggota GAPKI,” imbuh pria lulusan Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada (UGM).
Kendati ada usulan dalam percepatan sertifikasi ISPO, namun ada banyak faktor yang mempengaruhi sehingga proses percepatan akselerasi ISPO. Faktor lain yang mempengaruhi sertifikasi ISPO adalah berdirinya Komite ISPO dan review kebijakan dan internal perusahaan.
Upaya sertifikasi ISPO terus dilakukan GAPKI juga memfasilitasi anggota yang mengalami kendala terkait sertifikasi ISPO. Untuk itu, Joko mengakui pihaknya tidak bisa menyelesaikan sendiri.
“Tetapi, kami tidak diam, sebagai asosiasi pengusaha perkebunan kelapa sawit, perlu me-refresh auditornya, karena kalau tidak, tidak bisa meng-handle proses sertifikasi di masing-masing perusahaan. Di antaranya melalui Klinik ISPO. Gapki juga membentuk satu bidang khusus berkaitan implementasi ISPO. Serta membuat aplikasi untuk mendukung implementasi ISPO untuk anggota dan memfasilitasi anggota yang mengalami kendala,” katanya.
Joko Supriyono mengatakan, dalam 10 tahun ini ada kemajuan dalam sertifikasi ISPO yang mencapai 763 perusahaan. “Anggota GAPKI sebanyak 496 perusahaan. GAPKI mencanangkan 100 persen sertifikasi ISPO pada 2020 dan itu sebuah keniscayaan karena ini kewajiban,” ujar dia.
Namun banyaknya hambatan dari pandemi, transisike ISPO baru dan faktor lain mengakibatkan target tersebut meleset. “Transisi agak delay. Kemudian aspek lembaga untuk melakukan komunikasi dengan sekretariat ISPO. Ini penting sekali karena selalu ada masalah sertifikasi ISPO dan perlu kordinasi atau komunikasi,” ujar Joko.
Melalui Klinik ISPO, GAPKI ingin memudahkan perusahaan-perusahaan untuk mendapatkan sertifikat ISPO. Secara teknis, klinik ISPO dilakukan dengan roadshow ke semua provinsi untuk training dan klinik ISPO kepada anggota maupun non anggota.
“Bahkan dalam kepengurusan GAPKI, telah ditunjuk Ketua Bidang khusus ISPO yang bekerja membuat sistem aplikasi untuk mendukung ISPO dan diharapkan semua anggota GAPKI menggunakan aplikasi itu,” tambah Joko.
Seperti diketahui, Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) adalah suatu kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Pertanian dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia di pasar dunia dan ikut berpartisipasi dalam rangka memenuhi komitmen Presiden Republik Indonesia untuk mengurangi gas rumah kaca serta memberi perhatian terhadap masalah lingkungan.
“Jadi, saya membayangkan kalau anggota GAPKI bisa 100% sertifikasi ISPO. Sudah cukup membuat confident. Dan, sering saya sampaikan di beberapa kesempatan bahwa ISPO harus menjadi branding Sawit Indonesia,” ucap Joko.
Tidak hanya soal percepatan ISPO, Joko juga menyoroti isu keberterimaan produk sawit di pasar global. Keberterimaan adalah salah satu target yang ingin dicapain dengan adanya sertifikasi ISPO.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 120)