Pemerintah kalangkabut setelah mengetahui banyak petani batal ikut PSR. Pada hal, program ini ditargetkan mencapai 500 ribu hektare dalam tiga tahun lagi. Banyak kendala mulai dari lamanya mengurus syarat sampai masalah hukum.
Niatan pemerintah mempercepat PeremajaanSawit Rakyat (PSR) tidak semudah membalik telapak tangan. Beragam kendala di lapangan masih ditemukan mulai dari legalitas sampai kelembagaan. Bahkan ada pula petani yang mundur dari PSR. Apa penyebabnya?
Heru Tri Widarto, Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar Kementerian Pertanian RI, mengakui banyak petani sawit yang mundur dari program Peremajaan Sawit Rakyat. Ada banyak faktor membuat petani tidak melanjutkan program penggantian tanaman berusia tua ini.
“Ada yang mundur saat mengusul. Namun, ada pula yang mundur setelah dana ditransfer. Alasannya macam-macam. Ada petani yang enggan remajakan sawitnya karena masih menghasilkan. Apa lagi Harga TBS sawit sedang bagus,” ujar Heru.
Selain itu, kata Heru, alasan lainnya adalah perbedaan pendapat di dalam kelembagaannya soal pemanfaatan dananya. Tapi ada pula yang berkaitan persoalan hukum.
Ketika ditanyakan jumlah petani yang mundur. Heru menyarankan untuk bertanya ke BPDP. ”Silakan tanya ke BPDP,” jelasnya.
Kabul Wijayanto, Plh Direktur Penghimpunan Dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKKS) mengakui ada banyak petani yang mundur dari program PSR.
Ada lima penyebab yang membuat petani enggan untuk menumbang serempak pohon. Pertama, adanya keraguan pekebun dengan keputusan untuk menumbang serempak pohon yang masih menghasilkan karena penghasilan mereka akan hilang.
Kedua, hargaTandan Buah Segar sawit yang masih tinggi. Alhasil petani belum tertarik untuk meremajakan tanaman.
Ketiga, pekebun yang bersangkutan meninggal dunia dan ahli waris tidak ingin melanjutkan.
Keempat, pekebun merasa lelah dan khawatir dengan panggilan serta permintaan keterangan dari aparat Penegak Hukum.
Kelima, calon Lahan yang akan digunakan untuk mengikuti program PSR terkena proyek Pemerintah seperti pembangunan jalan tol atau jalur sutet.
Untuk mendukung percepatan PSR, dikatakan Kabul, terus melakukan kerja keras, kerja cerdas dan kerja tuntas agar PSR berhasil mencapai target, output, outcome dan tujuan bagi peningkatan kesejahteraan petani.
Dr (c) Gulat ME Manurung, MP, CAPO, Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) menjelaskan bahwa petani mundur dari program PSR harus dikelompokkan menjadi dua kategori. Pertama, mundur sebelum diterima permohonan PSR. Kedua, mundur setelah diterima permohonan PSR Petani.
“Nah yang mundur sebelum diterima permohonan PSR-nya ini cenderung karena kesal dan bercampur marah karena petani bolak-balik disuruh memperbaiki dokumen sampai setahun. Sialnya terindikasi pula dalam kawasan hutan,” ujar auditor ISPO ini.
Kategori kedua, petani mundur setelah permohonan PSR disetujui. Lantaran cemas dipanggil aparat penegak hukum karena ada tuduhan hukum.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 117)