JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Keputusan Kemenko Perekonomian mengecualikan informasi Hak Guna Usaha (HGU) untuk dapat diakses publik dinilai sejalan dengan regulasi berlaku. Penutupan akses data HGU bertujuan melindungi kepentingan nasional dan mencegah penyalahgunaan.
“Keputusan Kemenko Perekonomian untuk melarang akses publik kepada HGU. Sejalan dalam rangka menjalankan aturan perundang-undangan,” kata Prof. Budi Mulyanto, Guru Besar Institut Pertanian Bogor, dalam wawancara via telepon, Rabu (8 Mei 2019).
Sebelumnya, Kementerian Perekonomian membuat surat edaran kepada Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Ketua GAPKI, dan perusahaan perkebunan sawit yang salah satu isinya meminta data HGU sebagai informasi yang dapat dikecualikan untuk dapat diakses pemohon publik sebagaimana diatur UU 14/2008 mengenai Keterbukaan Informasi Publik dan Peraturan Pemerintah Nomor 61/2010 mengenai Keterbukaan Informasi Publik.
Kemenko Perekonomian juga meminta kepada perusahaan sawit untuk melindungi data dan informasi HGU termasuk tidak membuat inisiatif kesepakatan dengan pihak lain (konsultan, NGO, multilateral agency dan pihak asing) dalam pemberian data dan informasi terkait sawit.
Budi Mulyanto mendukung keputusan Kemenko Perekonomian karena informasi data HGU termasuk kedalam informasi yang tidak boleh diungkapkan secara bebas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. “Saya kira regulasi Menko Perekonomian ngga ada salahnya ya,” ujar Budi.
Menurutnya perkebunan sawit merupakan industri strategis bagi Indonesia, maka arahan Kemenko Perekonomian wajar dan baik. Karena isi surat edaran untuk menjalankan peraturan perundangan yang telah ada.
Kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah ditetapkan melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Agraria Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Pemberian HGU di bidang Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia.
“Ada aspek-aspek yang sifatnya privat tidak bisa diketahui publik. Artinya informasi itu mau disampaikan ke publik atau tidak itu terserah si pemilik informasi. Kalau mau dikasih (ke publik) silahkan, tapi kalau enggak mau kasih ya jangan dipaksa untuk ngasih,” pungkas Budi Mulyanto.
Tercatat, ada tujuh regulasi yang berkaitan menjaga kerahasiaan data HGU. Regulasi tersebut antara lain Pasal 6 dan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Pasal 26 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016, Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, Pasal 34 dan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
Selanjutnya, adapula aturan turunan yaitu Pasal 187 dan Pasal 190 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Pasal 12 ayat (4) huruf I Peraturan Kepala BPN Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pelayanan Informasi Publik di Lingkungan BPN RI. Serta Lampiran Permenko Bidang Perekonomian Nomor 6 Tahun 2018 tentang Klasifikasi Kewenangan Akses untuk Berbagi Data dan Informasi Geospasial melalui Jaringan.
Dikatakan Budi, Jika ada pihak lain yang mendesak Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk membuka data HGU dipastikan tidak akan diberikan, sebab BPN sebagai lembaga negara akan bekerja berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia