JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengutuk tindakan Uni Eropa dalam mengadopsi Renewable Energy Directive II (RED II) dan aturan turunannya yang mendiskriminasi kelapa sawit sebagai minyak nabati. Pasalnya, kebijakan Uni Eropa tidak mencerminkan sebagainmitra stategis Indonesia dalam rangka membangun hubungan baik dan saling menguntungkan.
“Proses adopsi legislasi RED II dan aturan turunannya didasarkan pada analisis ilmiah yang cacat, mengabaikan kritik yang datang dari internal Uni Eropa dan lembaga independen. Serta mengabaikan concern dan data-data yang disampaikan oleh negara-negara produsen kelapa sawit,” tegas Bambang Soesatyo yang akrab dipanggil Bamsoet, dalam keterangan tertulis, Selasa (26 Maret 2019).
Bamsoet DPR RI mendukung pemerintah Indonesia untuk mengambil langkah-langkah tegas, termasuk mengajukan RED II dan Delegated Regulation ke World Trade Organization (WTO) dan langkah lainnya.
Mengingat Uni Eropa secara jelas telah mengabaikan upaya pembangunan, peningkatan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan di negara produsen minyak kelapa sawit.
“Kebijakan Uni Eropa terhadap kelapa sawit bukan untuk pelestarian lingkungan, melainkan sebagai upaya proteksi terselubung melindungi produk minyak nabati mereka yang daya saing dan produktivitasnya jauh lebih rendah daripada minyak kelapa sawit,” ungkapnya.
Bagi Indonesia, kelapa sawit merupakan komoditas unggulan Indonesia, karena menyerap lebih dari 19,5 juta tenaga kerja, termasuk di dalamnya 2,6 juta smallholders yang mempekerjakan 4,3 juta individual, penghasil devisa negara mencapai 21,4 miliar dollar AS pada 2018, sumber energi terbarukan (biodiesel) serta bagian dari upaya pengentasan kemiskinan yang menjadi prioritas utama dari Sustainable Development Goals (SDGs).
Ia menjelaskan, Indonesia berkomitmen tinggi terhadap pelestarian lingkungan yang berjalan seimbang dengan pembangunan sosial dan ekonomi. DPR RI juga mendukung berbagai langkah yang telah dilakukan pemerintah Indonesia dalam pengelolaan kelapa sawit berkelanjutan. Diantaranya melalui restorasi lahan gambut, peremajaan sawit rakyat, penundaan dan evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit, penyelesaian penguasaan lahan dalam kawasan hutan serta pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
Berkaitan dengan isu sawit, ia menerangkan, DPR RI melalui Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) telah melakukan peran diplomasi dengan mengadakan serangkaian pertemuan dengan parlemen Uni Eropa. Sehingga bisa mencari penyelesaian yang terbaik bagi kedua belah pihak.
“DPR RI juga mendesak Parlemen Eropa bisa secara komprehensif melihat dimensi keberlanjutan sebagaimana tertuang dalam Sustainable Development Goals 2030 dan tetap bijak serta adil dalam mengambil kebijakan yang akan berdampak pada hubungan baik kedua negara,” pungkasnya.