Golden Agri Resources (GAR) menargetkan produksi sawitnya dapat ditelusuri sampai tingkat perkebunan (Traceability to Plantation) mencapai 100% dalam empat tahun mendatang. Bertujuan memastikan rantai pasok bahan baku perusahaan sesuai kaidah keberlanjutan (sustainability).
Daniel Prakarsa Head of Downstream Sustainability Implementation GAR mengatakan kemamputelusuran bertujuan mengetahui siapa saja yang memasok bahan baku sawit ke perusahaan. Asal-usul pemasok yang jelas dan transparan menjadi jaminan konsumen luar membeli komoditi sawit dari Indonesia.
“Prinsip keberlanjutan bisa menembus pasar dengan mudah, karena datanya transparan dan diketahui asal-usul produk tersebut. Apalagi, kita sekarang menghadapi tantangan sengit dari Eropa dan proteksi produk sawit dari Amerika, “ jelas Daniel Prakarsa dalam perbincangan bersama media.
Daniel mengungkapkan bahwa penelusuran ini dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas bahan baku sawit. Proses ini berperan penting untuk memperbarui dan memperbaiki rantai pasok bahan baku sawit perusahaan.
Saat ini perusahaan baru dapat memenuhi kebutuhan bahan baku 40%, sedangkan sisa 60% diperoleh dari pihak ke tiga.
Daniel mencatat perusahaan telah mengumpulkan hingga 7 juta ton bahan baku per tahun yang berasal dari 44 pabrik kelapa sawit (PKS) yang dikelola langsung oleh perusahaan, dan 445 PKS milik pemasok ketiga. PKS yang berasal dari pihak ketiga membeli bahan baku dari perkebunan seperti vendor, tengkulak, agen dan petani langsung. “Total 44 PKS milik sendiri tersebut berkontribusi hingga 40% pasokan bahan baku namun sebagian besarnya atau 60% tetap dipasok oleh pihak ketiga,” ujarnya.
Pada tahap awal, GAR membangun kemamputelusuran pada perkebunan pemasok pada 44 pabrik milik GAR. Perusahaan menargetkan kemamputelusuran bisa selesai pada 2017. Adapun tahapan ini termasuk dengan penelusuran tandan buah segar (TBS) yang dibeli pabrik-pabrik tersebut dari para agen TBS dan petani swadaya.
Selain itu, perusahaan juga telah merencanakan sistem penelusuran perkebunan dari tingkatan perkebunan besar, plasma, maupun petani kecil yang masuk ke rantai pasok kami. GAR menerapkan bantuan kepada supplier agar mereka dapat memenuhi kebutuhan perusahaan dalam segi keberlanjutan.
Dikatakan Daniel, sebanyak 44 pabrik sawit di bawah pengelolaan GAR sekitar 90% pasokan TBS berasal dari sumber yang diketahui seperti kebun miliki petani plasma. “Sedangkan sisanya sebesar 10% berasal dari petani swadaya yang memasok ke pabrik. Kita menargetkan tahap ini bisa selesai pada 2017 mendatang,” ungkapnya.
Daniel menyampaikan kemamputelusuran ini sedang diuji cobakan pada pabrik milik GAR melalui pilot project di tiga pabrik yaitu Pabrik Ujung Tanjung di Riau, Pabrik Langga Payung di Sumatera Utara, dan Pabrik Jelatang di Jambi. (Ferrika)