JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Tahun 2015 harus dilewati industri sawit dengan penuh tantangan, mulai dari harga CPO yang tak pernah mencapai US$ 700 per metrik ton hingga masifnya kebakaran lahan. Rata-rata harga CPO pada 2015 hanya mampu mencapai US$ 614,2 per metrik ton, turun 25 persen dibanding harga rata-rata pada tahun sebelumnya yang mencapai US$ 818,2 per metrik ton.
“Jatuhnya harga CPO global tak terlepas dari pengaruh lesunya harga minyak mentah dunia yang sempat jatuh sampai US$ 30 per barel yang kemudian memengaruhi harga komoditas lainnya. Selain itu, melambatnya pertumbuhan ekonomi China dan stagnasi di Eropa turut pula menjadi penyebab lesunya harga CPO global,” jelas Fadhil Hasan, Direktur Eksekutif GAPKI.
Meski terjadi penurunan harga, total produksi dan ekspor CPO dan produk derivatif sawit mengalami kenaikan pada 2015. GAPKI memperkirakan produksi CPO dan produk derivatifnya, termasuk oleokimiar dan biodiesel mengalami peningkatan sebesar 3 persen mencapai 32,5 juta ton dari tahun sebelumnya sebesar 31,5 juta ton.
Sedangkan total ekspor CPO dan turunannya asal Indonesia naik 21 persen mencapai 26,40 juta ton dibanding tahun sebelumnya sebesar 21,76 juta ton. Meski mengalami peningkatan jumlah volume ekspor, nilai ekspor justru menyusut. Sepanjang 2015 nilai eskpor CPO dan turunannya mencapai US$ 18,64 milyar, turun 11,67 persen dari 2014 yang mencapai US$ 21,1 milyar.
Negara-negara seperti India, Cina, dan Uni Eropa sendiri masih jadi tujuan ekspor utama CPO dan produk turunannya. Sepanjang 2015, volume ekspor ke india mencapai 5,8 juta ton, naik 15 persen dibanding 2014 sebesar 5,1 juta ton. Sedangkan ekspor ke Uni Eropa menunjukan kenaikan sekitar 2,6 persen dengan volume mencapai 4,23 juta ton.
“Yang mengejutkan adalan Cina, meski sedang terjadi perlambatan ekonomi di sana ekspor CPO ke Cina mengalami kenaikan sebesar 64 persen atau dari 2,43 juta ton pada 2014 menjadi 3,99 juta ton pada 2015,” kata Fadhil.
Sepanjang 2015, dua negara yaitu Amerika dan Pakistan juga mencatatkan ekspor CPO yang signifikan. Amerika mencatat kenaikan sebesar 59 persen atau mencapai 758,55 ribu ton dibanding tahun sebelumnya yang hanya mencatatkan volume ekspor sebesar 477,23 ribu ton. Sedangkan Pakistan membukukan kenaikan sebesar 32 persen atau dari 1,66 juta ton pada 2014 menjadi 2,19 juta ton pada 2015.
Sementara itu, tujuan ekspor utama lainnya yaitu negara-negara Timur Tengah justru mengalami penurunan ekspor. GAPKI mencatat volume ekspor ke wilayah tersebut menurun sebesar 8 persen, dari 2,29 juta ton pada 2014 menjadi 2,11 juta ton pada 2015.
“Salah satu faktor yang memengaruhi penurunan permintaan di Negara Timur Tengah adalah jatuhnya harga minyak dunia yang turut menganggu kondisi finansial negara penghasil minyak sehingga daya beli ikut melemah,” ungkap Fadhil.
Fadhil juga menambahkan meski terjadi penurunan ekspor ke negara-negara Timur Tengah, kebutuhan akan CPO akan tetap bertumbuh di negara-negara lain. Hal ini disebut Fadhil muncul karena makin meningkatnya kesadaran penggunaan energi terbarukan dari minyak nabati. (Anggar Septiadi)