JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Sinarmas Agribusiness and Food menunjukkan sejumlah fakta terkait komitmen terhadap kepatuhan aturan tenaga kerja yang berjalan di perusahaan. Fakta ini ditampilkan untuk menanggapi studi Sawit Watch dan AMRC yang menginvestigasi kondisi tenaga kerja di perkebunan sawit anak usaha Sinarmas Agribusiness and Food, di Kalimantan Tengah.
“Dibandingkan perusahaan sawit lain, Sinarmas mempunyai perspektif lebih baik dalam memberikan tanggapan,”kata Abu Mufakhir, peneliti AMRC, yang juga editor hasil laporan investigasi, dalam diskusi yang digelar Sawit Watch, di Gedung YTKI, Selasa (14 Agustus 2018).
Hadir dalam diskusi ini antara lain Agus Purnomo (Direktur Golden Agri Resources), Retna Pratiwi (Kasubdit Kesetaraan Syarat Kerja Kemenaker RI), Tiur Rumondang (Direktur RSPO Indonesia), Hotler Parsaoran (Sawit Watch). Diskusi ini untuk membahas kondisi ketenagakerjaan PT Tapian Nadenggan dan PT Mitra Karya Agroindo, anak usaha Sinarmas Agri, di Kalimantan Tengah.
Abu Mufakhir menjelaskan dalam beberapa studi serupa yang dibuat Sawit Watch, perusahaan sawit kerapkali menanggapi dengan pertanyaan, antara lain mengapa studi tidak mewawancarai mandor atau jajaran direksi. Padahal, menurutnya, pemilihan objek tenaga kerja di level bawah untuk melihat realitas yang terjadi lapangan. “Tanggapan yang diberikan Sinarmas punya perspektif lebih baik,”tambahnya.
Agus Purnomo, menjelaskan Sinarmas Agribusiness and Food menghargai temuan dan laporan yang dirilis AMRC dan Sawit Watch. Perusahaan telah berkomitmen membuat perbaikan berkelanjutan dengan memberikan perhatian terhadap persoalan: buruh harian lepas, penggunaan APD, dan kesetaraan pekerja perempuan.
“Jauh sebelum terbitnya studi ini, kami sudah melakukan perbaikan,”jelas Agus.
Sinarmas Agri and Food terikat kepada lebih dari 20 komitmen dalam kaitannya dengan lingkungan kerja dan hubungan industrial sejalan peraturan ketenagakerjaan di Indonesia, Deklarasi ILO terkait prinsip dan hak fundamental di tempat kerja, dan panduan PBB tentang bisnis dan HAM termasuk GSEP.
Dijelaskan Agus, semenjak akhir November hingga Juni 2018 sudah ada pengangkatan dari status 1.346 pekerja harian lepas menjadi staf tetap di wilayah operasional PT Tapian Nadenggan dan PT Mitra Karya Agroindo.
Terkait persoalan Buruh Harian Lepas di perkebunan perusahaan, Kemenaker RI dan RSPO berpendapat tidak melanggar aturan ketenagakerjaan.Karena telah dilindungi dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep-100/Men/Vi/2004 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.
Retna Pratiwi, Kasubdit Kesetaraan Syarat Kerja Kemenaker RI, menuturkan sampai sekarang dimungkinkan peraturan bahwa bisa menjalankan status pekerja BHL. Syaratnya adalah volume pekerjaan berubah-ubah, bekerja tidak boleh lebih 21 hari kerja dalam sebulan.
Sementara itu, Tiur Rumondang menambahkan penerapan BHL di perkebunan sawit Sinarmas tidak melanggar aturan ketenagakerjaan, karena pekerja bekerja selama 20 hari kerja. “Dalam prinsip dan kriteria RSPO terkai ketenagakerjaan, harus mengikuti regulasi pemerintah,”pungkasnya.