Bisnis agri terutama kelapa sawit diharapkan menopang penjualan alat berat pada tahun ini. Kebutuhan alat berat di sektor ini dominan kelas kecil menengah. Penjualan alat berat turun antara 20%-30% pada tahun ini.
“Bisnis tambang terutama batubara sedang mati, tidak ada penjualan alat berat kami untuk tambang di tahun ini,” keluh seorang sales alat berat.
Turunnya harga batubara dapat terlihat dar data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang menetapkan harga batubara acuan (HBA) per Juni 2015 sebesar US$ 59,59 per ton. Nilai ini turun sebesar 2,4% dibandingkan HBA Mei sebesar US$ 61,08 per ton. Bahkan lebih rendah lagi daripada harga acuan Juni 2014 silam sebesar US$ 73,64 per ton.
Merosotnya harga batubara berakibat buruk kepada bisnis batubara. Data Asosiasi Pertambangan Batu bara Indonesia (APBI) menunjukkan sekitar 40 perusahaan batu bara tutup yang lokasinya tersebar di Sumatera dan Kalimantan. Ketua APBI Bob Kamandanu mengakui penurunan harga batu bara karena banyaknya suplai ke pasar. Itu sebabnya, volume produksi harus diturunkan supaya terjadi perubahan harga.
Lebih lanjut, kata Bob, faktor yang menekan harga batubara adalah perekonomian China. Pasalnya, negeri Tirai Bambu ini melakukan konsolidasi besar-besaran dalam waktu dua tahun mendatang.
Jamaludin, Ketua Himpunan Alat Berat Indonesia (HINABI), mengakui penjualan di sektor pertambangan pada tahun ini diperkirakan belum menunjukkan tanda-tanda peningkatan. Ini disebabkan turunnya harga komoditas global terutama batubara.
Kebutuhan alat berat sampai tahun ini diperkirakan 6.000 unit seperti tahun lalu. Untuk menutupi rendahnya penjualan di sektor tambang, perusahaan alat mengalihkan perhatian kepada sektor agri, konstruksi dan infrastruktur. Sumbangan penjualan alat berat dari sektor konstruksi, perkebunan, dan kehutanan bisa mencapai 60%-70% dari total target penjualan di tahun ini.
Dia mengharapkan proyek pemerintah di sektor infrastruktur akan naik pada semester kedua nanti. Berdasarkan proyeksi HINABI, produksi alat berat tahun ini akan didominasi oleh eskavator dan bulldozer berbobot 10-30 ton.
Di sektor agri, jenis alat berat yang dibutuhkan tipe small class (10-20 ton) dan small buldoser bagi kegiatan pembukaan lahan (land clearing).”Kontribusi penjualan untuk agri antara 25 persen sampai 30 persen,” kata Jamaludin.
Dia mengakui memang berbeda nilai penjualan di sektor tambang dan agri sesuai dengan unit alat beratnya. Di tambang, unit alat berat yang dibutuhkan skala besar.
PT United Tractors Tbk (UNTR) mencatatkan penurunan penjualan alat berat cukup tajam di empat bulan pertama tahun ini. Anak usaha PT Astra Internasional Tbk (ASII) penjualan turun 38,7% sebanyak 966 unit alat berat Komatsu dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 1.577 unit.
(Lebih lengkap baca Majalah SAWIT INDONESIA Edisi Juni-Juli 2015)