JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Tren penggunaan minyak sawit dalam produk makanan terus meningkat. Namun, isu negatif seputar kesehatan dan label juga dihadapi kelapa sawit.
Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (Seafast) Center, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University bekerja sama dengan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengadakan webina bertemakan “Palm Oil in Food: Health Issue and Market Trend”, Selasa (26 Oktober 2021).
Rektor IPB University Prof Arif Satria menyampaikan bahwa turunan minyak kelapa sawit dapat dikembangkan di berbagai sektor. Contohnya kesehatan dan energi. “Minyak sawit juga menjadi bahan dasar dalam pembuatan rompi anti peluru, helm, dan organik handsanitizer. Teknologi pengolahannya sudah ada di IPB University,” ujarnya.
Industri minyak sawit merupakan salah satu industri strategis nasional. Produksi minyak sawit Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dari tahun ke tahun. Baik dalam bentuk Crude Palm Oil (CPO), maupun produk turunannya yang diperuntukkan untuk industri kimia dan industri pangan. Berbagai isu telah menjadi permasalahan industri sawit Indonesia.
“Kemajuan dari negara dilihat dari inovasi global. Tugas perguruan tinggi adalah meningkatkan global inovasi, termasuk bidang pangan. IPB University melakukan campaign dengan mengajak 11 duta besar ke lokasi dimana IPB University mempraktikkan produksi minyak sawit,” pungkas Prof Arif.
Joko Supriyono, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menjelaskan bahwa kampanye food labelling banyak terjadi di negara-negara Uni Eropa seperti penggunaan label bebas sawit di produk makanan. Penggunaan label bebas sawit ini salah satu tujuannya ingin mengatakan minyak sawit buruk bagi kesehatan.
“Penggunaan label bebas sawit ini juga bagian marketing gimmick. Terdapat strategi kompetisi antar minyak nabati. Cara ini merupakan bagian dari gerakan penolakan minyak sawit di Eropa,” jelas Joko
Koordinator Kelompok Substansi Pengawasan Produksi Pangan Industri Rumah Tangga dan Siap Saji, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Didik Joko Pursito mengatakan bahwa ada beberapa tantangan dalam pengawasan pangan. Yakni kesadaran konsumen mengenai keamanan pangan, meningkatnya beban penyakit akibat pangan serta perubahan teknologi pengolahan.
“Meningkatnya volume dan keanekaragaman pangan dalam perdagangan meningkatkan daya saing ekonomi. Permintaan masyarakat terhadap proteksi kesehatan semakin meningkatkan kualitas manusia. Ada dua sisi pengawasan, yakni perlindungan kesehatan dan keadilan perdagangan,” ujar Alumnus IPB University tersebut seperti dilansir dalam laman IPB.
Sementara itu, menurut Dosen IPB University dari Departemen Gizi Masyarakat, Dr Mira Dewi memaparkan bahwa studi manusia tidak menunjukkan ada hubungan yang jelas antara konsumsi minyak sawit dengan mortalitas.
“Sulit untuk menentukan apakah efek yang teramati berkaitan dengan asam palmitat. Minyak sawit berhubungan positif dengan risiko kanker kolorektal, tetapi hubungan ini menjadi hilang setelah dikontrol dengan riwayat kanker keluarga dan gaya hidup. Hasil studi in vitro/vivo menunjukkan indikasi minyak sawit bermanfaat untuk kesehatan sel syaraf. Pada ibu hamil, asam palmitat berpengaruh terhadap kadar asam palmitat di tali pusat dan Air Susu Ibu (ASI). Dengan kondisi tersebut, asam palmitat dapat menurunkan risiko obesitas,” terang Peneliti Seafast Center IPB University tersebut