Kebutuhan industri kelapa sawit terhadap alat berat tidak dapat dipungkiri terus bertambah setiap tahunnya. Adanya peluang ini, tentu saja tidak disia-siakan oleh perusahaan penyedia alat berat seperti PT Intraco Penta Tbk dan PT Altrak 1978. Kendati, 60% pangsa pasar penjualan perusahaan ditujukan kepada sektor tambang tetapi sektor perkebunan kelapa sawit tetap menjadi prioritas.
PT Intraco Penta Tbk berhasil meningkatkan laba bersih 50,6% menjadi Rp 68 miliar pada triwulan ketiga tahun ini, dari periode sama tahun lalu berjumlah Rp 45,8 miliar. Performa ini menandakan permintaan terhadap alat berat tetap tinggi dari tahun ke tahun. Petrus Halim, Presiden Direktur perseroan, mengatakan pendapatan perusahaan sebagian besar disumbangkan dari penjualan alat berat yang mencapai Rp 1,7 triliun atau tumbuh 50,3% dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 1,1 triliun.
Hingga triwulan ketiga ini, pendapatan perusahaan meningkat sebesar 50,6% menjadi Rp 2,07 triliun dibandingkan pendapatan tahun lalu sebesar Rp 1,4 triliun. Petrus mengatakan jumlah penjualan alat berat sebanyak 1.163 unit atau tumbuh 97,8% selama Januari 2011 sampai September 2011, dibandingkan penjualan alat berat periode sama tahun lalu hanya 588 unit.
Angka ini belum termasuk order on hand sebesar 175 unit sehingg total penjualan mencapai 1.338 unit yang melampaui target 2011 sebesar 1.293 unit. Jumlah ini pun melewati total penjualan tahun lalu sebesar 835 unit.
Petrus Halim memaparkan peningkatan pendapatan ini memang didorong sektor pertambangan yang berkontribusi 73%. Setelah itu disusul sektor agribisnis, kehutanan, industri umum, infrastruktur, serta minyak dan gas.
Di sektor perkebunan sawit, perusahaan mempunyai produk alat berat yang ditawarkan berupa Mahindra & Mahindra (MM) dan SDLG. Kedua produk yang ini masing-masing berasal dari India dan Cina. Khusus, produk MM ini mempunyai segmen penjualan traktor pertanian.
Selain itu, produk lain yang tinggin permintaannya berupa produk Volvo terdiri dari articulated hauler, wheel loader, excavators, compactor motor grader dan paver.
Khusus dalam hal pembiayaan, Intraco mengajukan beberapa skema, yakni rent to buy dengan penyewaan alat berat di mana investor dapat membeli ketika masa akhir sewa akan usai dengan sisa harga tertentu. Selanjutnya, skema sewa dengan hak opsi beli, sewa putus, dry hire (sewa alat saja), wet hire (sewa berikut pengoperasian). Petrus Halim menuturkan skema sewa alat dan sewa berikut pengoperasian ditujukan kepada perusahaan kontraktor. Pertimbangannya, perusahaan memberikan skema dry hire untuk kontraktor yang rapi secara administrasi. “Sementara itu, kontraktor yang kurang mampu merawat, maka akan dibantu oleh Intraco Penta dari segi operasional,” kata dia seperti dikutip dari Bisnis Indonesia.
Sikap optimis juga ditunjukkan PT Altrak 1978, perusahaan distributor dan lisensi alat berat, yang berencana menguasai 40% pangsa pasar alat berat di Indonesia. Hairuddin Halim Sales and Marketing Direktor PT Altrak 1978, mengatakn produk alat berat dan genset yang dijual perusahaan tidak saja diperuntukkan kepada sektor perkebunan dan industri, melainkan bisnis perkapalan juga.
Di sektor perkebunan sawit, produk perusahaan telah dikenal luas oleh pelaku usaha. Hairuddin mencontohkan penjualan di wilayah Sumatera Utara dapat mencapai 100 unit lebih yang lebih banyak diserap industri sawit. “Provinsi ini termasuk lima terbaik wilayah penjualan Altrak, ujar dia kepada Tribun News.
Produk yang diminati antara lain JBD Traktor digunakan mengangkut produksi perkebunan, Dynapac Single Drum Vibratory Roller merupakan traktor ditujukan mempermulus kondis jalan di perkebunan kelapa sawit milik rakyat dan perusahaan. Selain itu, perusahaan juga menjual produk New Holland, kendaraan yang dapat digunakan membawa hasil panen buah sawit. (Ym)