Perusahaan sawit mengontrol biaya operasional untuk menjaga profitabilitas ketika harga CPO sedang anjlok. Strategi lain menerapkan Best Management Practices (BMP) supaya produksi bisa lebih efisien dan efektif.
Anjloknya harga CPO sampai triwulan pertama diperkirakan berdampak kepada pendapatan perusahaan pada tahun ini. PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk memilih strategi mengontrol biaya operasional dan biaya produksi untuk menjaga pertumbuhan.
Ramzi Sastra, Direktur PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk, mengatakan sulit bagi perusahaan kelapa sawit untuk mengontrol pergerakan harga CPO. Hingga tiga bulan pertama, rata-rata harga jual CPO perusahaan sebesar Rp 6.500 per kilogram. Harga ini lebih rendah 20%-25% dari tahun lalu sekitar Rp 8.400 per kilogram.
“Tetapi tekanan terhadap harga CPO ini sifatnya jangka pendek karena dipengaruhi sejumlah faktor seperti permintaan edible oil,” kata Ramzi
Strategi yang diambil perusahaan, lanjut Ramzi Sastra, berusaha mengendalikan biaya di internal perusahaan. Kebijakan mengencangkan “ikat pinggang” ini bagian dari strategi emiten berkode SSMS ini ditengah lesunya harga. “Saat ini, rata-rata biaya produksi kami berkisar 226 dolar per ton, sangat efektif dibawah rata-rata industri sawit. Biaya ini kami jaga tetap di low level,” kata Ramzi.
Menurutnya, biaya operasional dapat dikendalikan karena perkebunan maupun pabrik dalam satu lokasi. Integrasi yang baik ini mampu mengefisienkan sarana infrastruktur dan SDM.
Dorab Mistry, Analis Harga CPO, menyebutkan tahun 2015 adalah tahun yang buruk bagi produsen kelapa sawit. Dalam sisa enam bulan berikutnya produsen diperkirakan menghadapi tantangan berat dan mesti fokus mengontrol biaya serta inovasi.
Sementara itu, PT Bakrie Sumatera Plantations (Tbk) mengambil kebijakan peningkatan produktivitas dan keberlanjutan (sustainability). Andi Setianto, Direktur Investor Relations PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk, menyebutkan berusaha membangun peningkatan produktivitas melalui serangkaian program seperti perawatan kebun dan penggunaan bibit unggul.
Lebih lanjut, kata Andi, produktivitas dengan menggunakan bibit unggul dengan potensi yield sampai dengan 35 ton TBS per hektare dan CPO extraction rate mencapai 25% serta potensi CPO sebesar 8,75 ton per hektare. Kalau produktivitas tinggi, volume (ton) bertambah dengan hektare yang sama, dan biaya per ton menjadi lebih rendah.
(Lebih lengkap baca Majalah SAWIT INDONESIA Edisi Mei-Juni 2015)