Hambatan regulasi dari pemerintah pusat akan mempengaruhi pengembangan industri sawit di Kalimantan Selatan. Diperkirakan dalam lima tahun mendatang, terdapat 6-8 unit pabrik kelapa sawit baru.
Untung Joko Wiyono mengatakan jika tidak ada perubahan kawasan hutan yang dapat dijadikan lahan budidaya perkebunan maka pengembangan lahan sawit akan terbatas pada lahan masyarakat. Berdasarkan data inventarisasi, lahan masyarakat yang sudah didaftarkan untuk menjadi lahan plasma sawit sekitar 89.000 hektare, dan masih ada cadangan lahan untuk perkebunan berdasarkan ijin lokasi atau HGU seluas lebih dari 200.000 hektare.
Masalahnya kata Untung Joko, sebagian besar ijin lokasi tersebut berada di dalam kawasan hutan yang ditunjuk oleh Menteri Kehutanan. Itu sebabnya, diperkirakan lima tahun mendatang perluasan lahan sawit di Kalsel cenderung ke lahan basah yang relatif tidak terlalu bermasalah dengan kawasan hutan. Potensi lahan basah di Kalsel memang masih cukup besar, namun investasi untuk pembangunan kebun butuh modal banyak.”Sehingga hanya perusahaan yang bermodal besar dan berpengalaman saja yang ekspansi ke lahan basah,” ujarnya.
Mesti dicatat, lahan basah di Kalimantan Selatan dikategorikan lahan non gambut berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian RI No 14 tahun 2009 tentang Pedoman Pemanfaatan Lahan Gambut untuk Budidaya Kelapa Sawit. Itu sebabnya, kata Untung Joko Wiyono, penggunaan lahan basah di Kalsel tidak terpengaruh Inpres No. 10 tahun 2011 tentang moratorium (penundaan) pemberian ijin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut.
Sementara itu, pengembangan lahan masyarakat lebih mengarah kepada swadaya atau berbantuan. Untung Joko Wiyono mengatakan dampak positif akan ada transfer teknologi melalui kerja di perkebunan kepada tenaga kerja yang membuat animo masyarakat lebih tinggi untuk mengelola sendiri lahannya.
Namun, ada beberapa hal yang perlu diwaspadai terkait penggunaan bibit sawit oleh petani supaya dipastikan dari bibit unggul yang direkomendasi Pemerintah. “Maka, perusahaan kelapa sawit sudah menyerasikan gerak langkah masyarakat yang menanam kelapa sawit secara swadaya lewat fasilitas penyediaan bibit unggul bagi masyarakat sekitarnya,” kata Untung Joko.
Ke depan, jumlah pabrik kelapa sawit akan bertambah 6-8 unit dalam lima tahun mendatang. Dari jumlah saat ini yang mencapai 26 unit. Mengingat pemerintah setempat telah mewajibkan kepemilikan pabrik sawit dalam Perda Kalsel No. 3 tahun 2012 bahwa perusahaan yang luas areal di atas 3.250 hektare wajib membuat pabrik sendiri.
Sesuai dengan Rapat Kerja Cabang yang dijalankan pada 29 Januari 2013, GAPKI Cabang Kalimantan Selatan lebih memprioritaskan kepada koordinasi dengan pemerintah daerah supaya lahan perkebunan eksisting dalam penataan tata ruang yang baru baik RTRWP maupun RTRWK masuk dalam kawasan yang “aman”. Selain itu, juga mengkoordinasikan dengan pihak Pemerintah baik aparat keamanan maupun Pemda supaya permasalahan lahan yang terjadi pada perusahaan perkebunan dapat diselesaikan melalui kerangka yang dapat dipahami bersama berazaskan musyawarah. Tujuannya, penyelesaian permasalahan lahan yang disusun bersama maka semua pihak yang terkait memiliki persepsi sama dalam menyelesaikan masalah lahan. “Jika perlu pemerintah daerah membuat pedoman penyelesaiaan permasalahan lahan di Kalimantan Selatan yang diinformasikan kepada aparat desa dan kecamatan,” kata Untung Joko.
Kegiatan lainnya, adalah melanjutkan white campaign terhadap industri saawit, karena disinyalir saat ini masih banyak para pihak, bahkan dari kalangan eksekutif maupun legislatif yang lebih mengenal sawit dari black campaign dari pada white campaign.
Pada tahun 2013 Gapki juga telah membentuk komisariat Gapki di Kabupaten, antara lain di Wilayah I Kabupaten Kotabaru, wilayah II Kabupaten Tanah Bumbu, wilayah III Kabupaten Tanah Laut, wilayah IV Kabupaten Banjar, Barito Kuala dan Tapin, dan wilayah V meliputi kabupaten Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Utara, Balangan dan Tabalong. (Qayuum Amri)