JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Kegiatan penampungan CPO ilegal –– lazim disebut kegiatan CPO kencing –– tetap marak sepanjang tahun lalu di Sumatera. Keterlibatan oknum aparat sampai oknum pemilik pabrik tanpa kebun ditengarai menyulitkan pemberantasan tindakan pencurian CPO yang beroperasi di sepanjang wilayah Sumatera.
“Itu cerita lama pak, ada keterlibatan mafia di sana (pencurian) CPO. Kalau ingin membasmi harus orang Jakarta (pemerintah pusat) turun tangan,” ungkap Timbas Prasad Ginting, Sekretaris Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Cabang Sumatera Utara.
Timbas menceritakan sekitar tahun 2012 sampai 2013 telah dilakukan operasi bersama Kepolisian Daerah Sumatera Utara untuk menumpas aktivitas pencurian TBS dan CPO di provinsi ini. Sejumlah asosiasi mendukung operasi antara lain GAPKI, GIMNI, dan AIMMI.
Dari hasil operasi ditemukan modus pencurian sangat beragam dan tersembunyi. Menurut Timbas, pencurian bisa dilakukan dengan cara memindahkan langsung ke truk pembawa CPO. Jadi, truk ini sifatnya mobile dan mudah berpindah tempat. Modus lain adalah truk berhenti di warung lalu CPO dipindahkan ke drum.
“Atau truk itu masuk ke pom bensin. Lalu masuk ke belakang pom bensin untuk memindahkan muatan CPO ke tempat penampungan ilegal,” jelas Timbas kepada SAWIT INDONESIA pada Senin (18/1).
Rata-rata satu drum berisi 100-200 liter. Timbas menghitung kerugian dari kegiatan CPO “kencing” ini bisa lebih dari Rp 1 miliar per hari. Kegiatan ilegal ini memanfaatkan toleransi nilai susuta dari jual beli CPO. “Jadi, kalau muatan CPO berkurang sekitar 3 persen masih dimungkinkan. Celah inilah yang dimanfaatkan sindikat tesebut. Idealnya, tanki truk pengangkut CPO yang bagus tidak ada nilai susut,” kata Timbas.
Timbas menengarai sulitnya memberantas aktivitas ilegal lantara ada keterlibatan oknum aparat keamanan. Di sejumlah daerah, ada pemaksaaan/pemerasan supir truk untuk memindahkan muatan CPO. “Pernah ada oknum pakai senjata membawa truk ke lokasi terpencil lalu tanki dipindahkan ke truk lain. Bahkan pernah juga ada truk yang hilang,” ujarnya.
Kesabaran sopir truk tangki bermuatan CPO sudah mengubun. Mereka tak tahan lagi jadi korban pemerasan dan dipaksa menyuling muatannya di gudang-gudang CPO diduga ilegal atau biasa disebut ‘kencing’ di jalan.
Pada Desember 2015, belasan sopir truk tangki bermuatan CPO jurusan Riau-Medan, melapor kepada Mapolres Batubara terkait pemerasan oknum yang terlibat dengan gudang penampungan CPO ilegal. Gudang penyimpanan CPO ilegal ini berada di.
Dalam pertemuan tersebut, sopir mengeluhkan kegiatan pemaksaan untuk menghentikan truk tangki lalu dikurangi muatannya. Sekali kencing, nilai CPO yang disuling sekitar Rp150 ribu per tangki. Apabila ada penolakan, oknum ini melakukan tindak kekerasan seperti memukul tangki dan mengintimidasi sopir.
M Silaen, Kabag Ops Polres Batubara Kompol mengatakan bahwa polisi sama sekali tidak memiliki kewenangan melakukan penertiban gudang-gudang CPO dimaksud. “Itu ranah Pemkab Batubara melalui instansi yang membidangi,” kata Silaen seperti dilansir dari laman sumutpos.co.
Kejadian pemaksaan ini sering terjadi di tiga titik di wilayah Kabupaten Batubara. Para sopir meminta supaya oknum yang terlibat dapat ditindak dan kegiatan gudang ilegal penyimpanan CPO dapat ditutup. Kendati demikian, menurut M Silaen, yang berwenang menutup gudang ilegal adalah pemerintah kabupaten Batubara.
“Tidak hanya di darat, tongkang yang membawa muatan CPO ke Belawan dapat juga bermain. Muatannya dipindahkan di tengah lautan,” jelasnya.
Selain di Sumatera Utara, maraknya truk CPO “kencing” terjadi di Riau. Seperti dilansir dari Tribunnews, di tepi jalan lintas Lubuk Dalam-Pangkalan Kerinci terdapat aktivitas illegal Crude Palm Oil atau dikenal istilah ‘Kencing CPO’. Belasan truk tanki CPO dari berbagai perusahaan harus berhenti di tanjakan Gul Gul Kecamatan Lubuk Dalam, Kabupaten Siak.
Timbas menyebutkan maraknya pencurian CPO ilegal juga dipengaruhi kehadiran pabrik sawit tanpa kebun. Pabrik ini menjadi “tempat pencucian” dari truk yang kencing. “Logikanya bagaiman pabrik bisa berjalan kalau tidak punya pasokan buah. Apalagi di saat musim trek ketika harga buah sawit lagi tinggi,” katanya.
Timbas meminta supaya dinas perkebunan mengawasi dan menindak pabrik sawit tanpa kebun. Di Sumatera Utara, diperkirakan jumlah pabrik tanpa kebun ini mencapai 50 unit yang tersebar di Langkat, , Labuan Batu, Deli Serdang, dan Asahan.
Ketika operasi Palm Toba, Timbas menyayangkan kurang optimalnya hasil operasi karena yang ditangkap pemain kecil dan sopir. “Padahal, ada pemain besarnya, polisi tahu semua itu. Tapi karena ada keterlibatan oknum kalau dikejar lari. Dan pencurian ini bukan hanya di darat tapi di laut juga kemungkinan ada. Bahkan CPO curian ini bisa sampai ke Kalimantan juga,” ungkapnya.
Dia menyarankan aparat keamanan di level pusat untuk turun tangan menyelesaikan kasus pencurian CPO. Sebaiknya, Kementerian Politik Hukum dan Keamanan dan Badan Intelijen Negara dapat menumpas pemain CPO ilegal. “Karena banyak oknum terlibat di sana. Dan kemungkinan bisa lintas angkatan, oknumnya itu. Sehingga, sulit bagi polisi untuk membasminya. Ini kita tahu karena kita pernah operasi jadi informasinya dari kepolisian begitu,” kata Timbas.
Ketika ditanya apakah ada rencana bekerjasama dengan kepolisian daerah untuk operasi Palm Toba berikutnya. Timbas mengatakan pihaknya angkat tangan sebab yang ditangkap itu masih level kroco. “Tangkaplah raksasanya, siapa raksasanya. Ya, aparatlah paling tahu. Tidak mungkin mereka tidak tahu,” pungkas Timbas. (Qayuum/Anggar)
Foto: ilustrasi