JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Prof. Budi Mulyanto, Guru Besar IPB University menyoroti pernyataan Surya Darmadi bahwa HGU baru bisa terbit setelah ada kegiatan penanaman di perkebunan sawit. Statemen Surya Darmadi ini dinilai tidak punya landasan hukum.
Sebagai informasi, Surya Darmadi adalah Pemilik Duta Palma menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi dan pencucian uang dalam kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang duda merugikan negara lebih dari Rp 100 Triliun.
Sebelumnya, Surya Darmadi mengatakan dalam persidangan syarat mendapatkan HGU harus menanam sawit lebih dulu di lahan tersebut.
“Saya mau kasih masukan kepada Yang Mulia, kalau kami belum tanam, HGU tidak mau ke luar, pak. Jadi, kalau kami belum tanam sawit di lapangan, BPN tidak mau terbitkan HGU,” kata Surya menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (30/1).
Prof Budi Mulyanto mengatakan statement Surya Darmadi ini tidak memiliki dasar aturan yang jelas karena persyaratan mendapatkan Hak Guna Usaha telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18/2021 mengenai Hak Pengelolaan, Hal Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah dan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 18/2021 mengenai Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah.
“Statement Surya Darmadi itu nggak pakai dasar. Nggak merujuk aturan. Bisa dilihat dari PP 18/2021 dan Permen ATR/BPN, mana ada HGU tak terbit kalau belum ditanami sawit,” ujar Prof. Budi Mulyanto yang pernah menjabat Dirjen Pengadaan Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional (BPN).
Merujuk Pasal 64 dalam Permen ATR/BPN Nomor 18/2021 mengenai syarat permohonan HGU memang tidak disebutkan kewajiban bagi pelaku usaha untuk membangun kebun sawitnya sebagai syarat dapatkan HGU.
Memang dalam syarat mendapatkan HGU di dalam pasal 64 ada point yang menyatakan bukti pelaksanaan kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat bagi perusahaan perkebunan.

Namun dikatakan Prof Budi, subtansi dari point tersebut bukan berarti diwajibkan menanam sawit dulu di kebunnya.
“Kan tidak harus menanam. Tapi bisa juga mengolah tanah dan bikin persemaian karen itu bisa jadi bukti, ” jelasnya.
Dalam pandangan Budi Mulyanto, HGU merupakan kewenangan konstitusional yang diikuti dengan kewajiban menjalankan berbagai peraturan-perundangan yang berlaku (Restriction) dan tanggung jawab (Responsibility).
Karena itulah, dalam proses mendapatkan HGU, perusahaan perkebunan harus melalui proses perizinan panjang, salah satunya izin lokasi. Izin lokasi ini sebagai dasar pembebasan lahan atau tanah.
Selanjutnya, tanah yang mendapatkan HGU harus bebas dari status kawasan hutan, kayu atau hasil hutan, garapan masyarakat, peta moratorium, inti-plasma serta konflik perizinan.
“Kalau sudah mendapat HGU, lahan tersebut harus segera ditanami, kalau tidak, dia akan dikenai PP 11 tahun 2010 tentang Tanah Terlantar, bisa-bisa HGU dicabut,” urai Ketua Umum Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI) ini dalam sebuah forum diskusi.
Diketahui, Kejagung telah menetapkan Surya Darmadi alias Apeng sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyerobotan lahan kawasan hutan oleh PT Duta Palma Group.
Jaksa Agung ST Burhanuddin mengungkapkan, perusahaan tersebut mengelola lahan 37.095 hektare secara melawan hukum. Dari penyelewengan tersebut, perusahaan Apeng diduga untung Rp 600 miliar tiap bulannya. Kerugian negara dalam kasus ini diduga sekitar Rp 78 triliun. Kejagung menyebut kerugian keuangan negara dalam kasus Surya Darmadi ini mencapai Rp 104,1 triliun berdasar penghitungan BPKP.