JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Sektor perkebunan kelapa sawit mampu menunjukkan dampak posisif pada petani kelapa sawit. Hal itu, terlihat dari indikator kesejahteraan petani sawit seperti mobilitas penduduk, pendidikan keluarga petani, kesehatan dan gizi, transportasi (kendaraan pribadi), rekreasi, komunikasi (Handphone/smartphone), kebutuhan listrik dan asuransi dan aktivitas sosial.
Dampak positif lainnya yaitu pengembangan perkebunan kelapa sawit mampu menarik pembangunan sektor pertanian, menciptakan nilai tambah, menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan penerimaan devisa negara, memperbaiki pembagian pendapatan, dan meningkatkan pengetahuan petani melalui usahatani kelapa sawit.
Hal itu dibuktikan dari hasil kajian yang dilakukan pada 2021 oleh tim dari LPPM Universitas Riau. Disampaikan pada kegiatan ‘Sosialisasi Dampak Penerapan Tarif BLU BPDPKS Terhadap Perkebunan dan Industri Kelapa Sawit Berkelanjutan’, yang diadakan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), pada pekan lalu, yang diadakan di Kuta, Bali.
Hasil kajian itu, disambut baik Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Joko Supriyono, yang saat itu hadir mewakili pelaku usaha perkebunan kelapa sawit.
“Setelah menyimak paparan hasil kajian dari tim LPPM UNiversitas Riau yang membuktikan dampak positif industri sawit dari sisi kesejahteraan, cukup bagus. Paling tidak menjadi perspektif baru yang selama ini komoditas sawit memberikan dampak pada perekonomian nasional dan petani sawit,”ujarnya, pada Selasa (30 Agustus 2022).
Menurutnya hal tersebut menjadi bukti apa yang selama ini sering dipromosikan, diskusikan dan dibahas terbukti. Hasil kajian dari LPPM Universitas Riau tidak sekedar hipotesa atau feeling tetapi ada buktinya yang dibuktikan dengan kajian melalui metodologi yang tidak asal-asalan. Yang menguatkan fakta, yang selama ini diyakini.
“Namun, tugas selanjutnya yang dikerjakan adalah bagaimana hasil kajian didesiminasikan dan dipublikasikan secara luas pada masyarakat luas. Terutama yang sudah menyampaikan isu-isu negatif sawit, hasil kajian dari LPPM Univ Riau bisa menjadi counter. Dan, saya berharap bisa diterbitkan menjadi jurnal ilmiah. Itu yang menjadi keinginan bagi kami (pelaku industri sawit). Kenapa, karena sumber dari isu-isu negatif sawit, kalau ditelusuri berasal dari luar Indonesia,” lanjut Joko.
Seperti diketahui, tidak sedikit masyarakat Indonesia yang tidak mengerti dan mendapatkan informasi negatif sawit dan menerima apa adanya (menelan mentah-mentah). Dengan adanya hasil kajian ilmiah dari LPPM Universitas Riau, dan sudah bisa membuktikan adanya kesejahteraan dampak dari industri sawit. Dan, memberikan informasi yang berbeda.
“Tetapi, tidak sedikit dari kalangan akademisi yang memandang miring industri sawit. Untuk itu, jurnal ilmiah dibutuhkan industri sawit dan stakeholders sawit, knowlegde/kajian ilmiah industri sawit, itu penting bisa menjadi preferensi. Tantangannya, kita harus banyak memproduksi jurnal ilmiah untuk mendukung industri sawit. dengan adanya BPDPKS mestinya jurnal-jurnal ilmiah diperbanyak dengan berbagai topik/tema,” tegas Ketua Umum GAPKI dua periode.
Sehubungan dengan tarif layanan BLU BPDPKS (pungutan ekspor CPO dan produk turunannya), ia menambahkan, selanjutnya lebih pada substansi terkait dengan dampak dari tarif layanan BLU BPDPKS terhadap perkebunan dan industri sawit berkelanjutan. Sebenarnya bisa dilihat dari sisi sawit berkelanjutan.
“Tarif (levy) sebenarnya bisa memberikan support yang berdampak jangka panjang. Karena selama ini berdiskusi sawit berkelanjutan yang dimasalahkan selalu pendanaan. Dari jaman Bea Keluar (BK) belum ada Levy, BK digunakan untuk pengembangan industri dan belum pernah berhasil. Jaman (rezim) BK, tuntutan dari industri sawit bagaimana bisa menggunakan dana BK dan belum pernah berhasil,” jelas pria lulusan Universitas Gajah Mada.
Dengan adanya pungutan ekspor (levy) menjadi solusi dalam pengembangan industri sawit bisa didukung. Baik dari sisi pengembangan hilir, penelitian, produktivitas dan dari petani sawit.
“Idealnya dengan PE bisa untuk pengembangan industri sawit berkelanjutan. tentunya termasuk kesejahteraan petani. Sebetulnya, kita selangkah lebih maju dalam pemanfaatan tarif layanan BLU BPDPKS terhadap pengembangan sawit berkelanjutan,” pungkas Joko.