JAKARTA, SAWIT INDONESIA – PT Internasional Green Energi (IGE), berhasil meraih Green Gold Label (GGL) Certificate dari Control Union selaku badan sertifikat yang berpusat di Zwolle, Belanda. Standardisasi GGL merupakan salah satu pionir skema sertifikasi berkelanjutan terhadap produk biomassa yang telah diakui dan diterapkan di seluruh dunia. Dengan mendapatkan sertifikat GGL, produksi cangkat sawit dari IGE kini dipastikan berasal dari sumber-sumber yang berkelanjutan.
Direktur Utama IGE, Dikki Akhmar mengatakan dengan diraihnya sertifikat GGL makin membuka akses melakukan ekspor produk biomassa ke sejumlah negara impor utama seperti Jepang, dan Uni Eropa yang selama ini banyak memberikan persyaratan yang cukup ketat untuk menerima produk biomassa.
“Dengan sertifikat GGL ini, kami sudah memenuhi standar ketentuan internasional mengenai perlunya sertifikasi keberlanjutan terhadap produk-produk yang dijual atau diekspor. IGE sudah kredibel melakukan ekspor ke negara-negara yang mewajibkan sertifikasi keberlanjutan tersebut,” ujar Dikki, di Jakarta, pada Kamis (27 Januari 2022).
Jepang merupakan negara utama tujuan ekspor cangkang sawit nasional, dengan pangsa pasar mencapai 84,5% dari total ekspor cangkang sawit Indonesia. Oleh karenanya, pemenuhan standar GGL menjadi hal penting bagi para eksportir biomassa dari Indonesia. Potensi ekspor tersebut juga masih terbuka besar mengingat, pada 2030 pemerintah Jepang berkomitmen untuk menggunakan 24% pemenuhan energinya berasal dari energi baru dan terbarukan termasuk yang berasal dari biomassa.
Director of Control Union, Jurriaan Boer, mengatakan standardisasi GGL merupakan salah satu pionir skema sertifikasi berkelanjutan terhadap produk biomassa yang telah diakui dan diterapkan di seluruh dunia.
“Sertifikat GGL akan berlaku selama lima tahun sejak diterbitkan, dan tiap tahunnya akan dilakukan audit kembali. Proses audit standardisasi GGL dilakukan meliputi keterlacakan (tracebility) kebun sawit asal pasokan cangkang, utilitas produsen energi, termasuk data energi dan karbon yang harus disediakan dalam seluruh sistem rantai pasok,” kata .
Pada kesempatan yang sama, Direktur IGE, Tomoichi Yamaguchi menambahkan Jepang menjadi salah satu negara yang akan mewajibkan impor produk energinya memiliki sertifikat berkelanjutan pada 2023 mendatang. Selain GGL, adapula sertifikasi Roundtable of Sustainable Palm Oil (RSPO), dan Roundtable on Sustainable Biomaterials (RSB).
“Pada April 2023, Pemerintah Jepang mewajibkan impor energi ke negaranya harus memiliki salah satu sertifikat tersebut. Kami memilih sertifikat GGL karena lebih praktis,” ungkap Yamaguchi.
Peluang pasar ekspor ke sejumlah negara (Jepang dan Uni Eropa) akan menambah penerimaan negara. Pasalnya, Indonesia merupakan eksportir cangkang sawit terbesar di dunia.
Dikatakan Dikki produksi cangkang sawit di Indonesia kurang lebih mencapai 12 juta ton per tahun. Namun, baru sekitar 20 – 25% dari jumlah tersebut yang diekspor ke negara-negara pengguna, sementara sisanya dipakai di dalam negeri untuk kebutuhan sendiri, sebagian lagi tidak digunakan karena tidak komersil,” ucapnya.
“Dari volume ekspor menghasilkan devisa masuk kurang lebih US$ 300 juta. Merujuk data Kementerian Perindustrian pada tiga kuartal tahun lalu, ekspor sawit dari Indonesia nilainya telah mencapai US$ 284 juta, nilai tersebut meningkat lebih dari 24% (yoy) pada periode serupa,” tambah Dikki.
Dengan potensi ekonomi tersebut, dukungan bagi para eksportir cangkang sawit dari pemerintah menjadi sangat penting. Apalagi ditambah dengan kepatuhan para eksportir terhadap ketentuan-ketentuan negara importir.