Semakin tingginya penggunaan biodiesel memberikan pengaruh baik terhadap kualitas udara Indonesia. Di negara maju,biodiesel menjadi prioritas utama bagi sumber bahan bakar transportasi. Saat ini, penghasil emisi gas rumah kaca lebih banyak dihasilkan dari penggunaan minyak bumi.
Paulus Tjakrawan, Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia, mengatakan program B20 sangat besar kontribusinya untuk menghemat pengeluaran emisi GRK. Dari sektor energi dan transportasi, pemerintah menargetkan sektor ini dapat menghemat 38 juta ton CO2.
“Dari hitungan saya, emisi GRK yang dapat dihemat dari biodiesel sawit mencapai 4 juta ton CO2, ketika mandatori biodiesel masih program B10,” ujarnya.
Paulus menyebutkan dari perhitungan asosiasi apabila B20 diterapkan bisa kurangi emisi hingga 18,2 juta ton CO2, ini artinya berkontribusi menghemat emisi 47% dari sektor energi dan transportasi. “Ini biodiesel doang bisa hemat sebesar ini. Tapi memang hitungan ditjen EBTKE dan kami agak beda. Hitungan mereka (EBTKE) lebih kecil sebesar 9 juta ton CO2. Ya, apapun itu biodiesel ini meringankan sektor transportasi dan energi dalam penghematan emisi, ” ujarnya.
Cara penghitungan emisi karbon dari biodiesel diperoleh Paulus dari dua situs antara lain biodiesel. org, dan biofuel.org. “Data ini juga terpublish dan sulit untuk dibantah. Data ini sering saya presentasikan di berbagai forum, disamping manfaat ekonomis biodiesel,” katanya.
Bayu Krisnamurthi, Direktur Utama BPDP Sawit, mengakui penerapan program B20 ini mendukung program pemerintah yang menargetkan penghematan emisi GRK sampai 29%. Dalam satu tahun, emisi yang dihemat antara 9,4 juta CO2-18 juta ton C02 dengan perkiraan kontribusi sekitar 7%-13% dari total target sektor transportasi dan energi.
“Bukan saja emisi, penggunaan biodiesel menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat. Dan menghemat devisa negara hingga 3,6 triliun rupiah per tahun. Jadi benefit B20 ini sangat besar sekali,” paparnya.
Yang menjadi pertanyaaan, kata Paulus, siapa yang harus mengeluarkan insentif untuk mencapai target penghematan emisi dari biodiesel. Memang saat ini, insentif diambil dari dana pungutan CPO yang dikutip dari pengusaha sawit. “Artinya jika insentif kurang, maka pemerintah yang harus mengeluarkan dana. Itu yang saya minta kepada pemerintah. Karena kita (pengusaha) sudah menyumbang besar-besaran ,” ungkap Paulus.
Rida Mulyana, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan program mandatori B15 dan tahun ini ditargetkan naik menjadi B2O akan menjadi bukti komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
(Selengkapnya baca Majalah SAWIT INDONESIA Edisi 15 Januari 2016-15 Februari 2016)