JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Akhir-akhir ini, kita diperlihatkan dengan tingginya harga pupuk yang memberatkan terutama petani. Tetapi, sebenarnya dengan tingginya harga pupuk dikeluhkan juga oleh produsen pupuk karena akan menambah modal kerja.
Direktur Utama PT Saraswati Anugerah Makmur, Tbk, Yahya Taufik Alhabsyi mengatakan kalau bicara tingginya harga pupuk, sebenarnya dari sisi produsen tidak menyukai. Kenapa, karena dengan kenaikan harga bahan baku tentunya modal kerja (cashflow) dari industri pupuk juga menjadi besar dan sangat memberatkan.
“Accept harga pupuk juga tentu diterima oleh calon konsumen,” ujarnya, dalam webinar Ngobrol Bareng GAPKI, dengan tema “Pupuk & Pemupukan; Outlook Harga Pupuk & Strategi Menghadapinya”, pada Selasa (5 Juli 2022).
Dijelaskan Yahya tingginya harga pupuk nasional tidak terlepas dari harga pupuk internasional karena pupuk juga menjadi komoditas internasional. Ada tujuh faktor yang menyebabkan kenaikan harga pupuk.
Pertama, harga minyak bumi, harga minyak bumi ini berkaitan erat dengan pupuk yang digunakan terdiri dari N (Nitrogen), P (fosfor) dan K (Kalium) adalah pupuk utama yang digunakan. Selebihnya unsur hara makro sekunder dan unsur hara mikro. Sementara untuk unsur hara makro sekunder tergantung pada minyak bumi terutama bahan-bahan dari bahan tambang. Seperti P (fosfor) dan K (Kalium) penngaruh harga minyak sangat besar berpengaruh pada proses tambang tersebut. dan biaya logistik yang dikeluarkan. Biaya transportasi, karena bahan baku itu masih impor untuk bahan baku P dan K. Sementara, untuk N (nitrogen), untuk Urea Indonesia masih produsen terbesar di dunia.
Kedua, harga gas alam. Harga gas alam tergantung pada produksi urea, bahan baku unsur N (nitrogen), itu sangat terpengaruh dengan gas alam. Ketiga, Kurs dollar, sebagian hampir 60% bahan baku untuk pupuk masih impor yaitu P (fosfor) dan K (kalium). Meskpun dari 2020 -2022 kurs rupiah terhadap dollar relatif stabil. Kecuali hari-hari ini akan menyentuh angka Rp15.000,-.
Keempat, supply dan demand pupuk. Ini terkait dengan bagaimana supply dunia dan demand di seluruh dunia. Misalnya, pada saat musim tanam di beberapa negara besar sepereti Cina, India dan Indonesia serta Brazil maka ada kecenderungan harga pupuk akan naik. Itu pengaruh dari demand yang meningkat.
Kelima, geopolitik perdagangan. Geopolitik ini sangat kental dilaksanakan di Cina. Sudah lama, Cina menerapkan Tax Window. Pada musim tanamm karena kebutuhan pu[puk tinggi, maka mereka menerapkan pajak untuk ekspor. Padahal Indonesia melakukan importasi terutama bahan baku yang berbasis P (fosfat) baik TSP atau DAP, dan MAP sebagian besar impor dari Cina. Pada saat musim tanam mereka menerapkan Tax Window, saat ini mereka tidak menerapkan Tax WIndow tetapi mereka menerapkan hambatan non tarif. Jadi, misalnya untuk TSP, DAP dan MAP sebelum melakukan ekspor dilakukan verfikasi dengan waktu cukup lama.
“Misalnya kita kontrak saat ini, dua bulan kemudian barang baru dikirim karena prosesnya cukup panjang. Ini hambatan yang mereka ciptakan untuk menghambat ekspor dalam menjamin kebutuhan dalam negeri. Ini yang banyak terjadi, geopolitik ekonomi sejak terjadinya pandemi terjadi di hampir semua negara, semua negara mengamankan kebutuhan pangan negaranya. Sehingga harus mengamankan semua yang terkait dengan kebutuhan tanaman termasuk sarana dan prasarana produksi tanaman salah satunya pupuk. Jadi belum pernah terjadi negara India, Brazil melakukan kontrak dalam jumlah yang besar, mereka sekali kontrak dalam jumlah di atas 1 juta ton dan 2 juta ton, ini memubuat situasi ketersediaan barang menjadi tidak seimbang. Ini terjadi sejak pandemi,” jelas Yahya.
Selanjutnya, Yahya menambahkan fakto mahalnya harag pupuk yang keenam, kasuistik anomali. Misalnya pandemi menyebabkan perubahan harga. Kenaikan harga pupuk sejak awal pandemi, ditambah dengan adanya perang Rusia vs Ukraina. Ini semua menyebabkan perubahan harga pupuk internasional yang berdampak pada harga pupuk nasional. Kita produsen pupuk sebenarnya tidak suka dengan fluktuasi harga karena menyebabkan modal kerja yang besar dan suplai bahan baku misalnya photas yang dulunya 30 – 40 hari bisa tiba di Indonesia, sekarang bisa mencapai 60 – 90 hari.
Faktor ketujuh adalah harga pupuk internasional. Harga pupuk internasional naik sejalan dengan naiknya harga minyak bumi dan gas alam. tetapi, pengaruh dollar terhadap rupiah pengaruhnya tidak terlalu signifikan karena memang selama 2 – 3 tahun terakhir, sejak 2019 kurs rupiah terhadap dollar relatif datar. Bagaimana pupuk internasional dengan nasional ini masih sejalan. T
“tetapi kita masih bersyukur karena BUMN utamanya Pupuk Indonesia, pada saat akhir tahun dan Februari lalu (pecah perang) harga urea mencapai US$1.000/ton, walaupun Pupuk Indonesia ekpor dengan harga US$900/ton, tetapi harga di dalam negeri masih dibatasi di harga US$700/ton,” kata Yahya.