Bleaching Earth pada industri sawit digunakan untuk pemucatan dan menyerap kotoran serta bahan yang tidak diinginkan pada minyak sawit, seperti zat pewarna (karotenoid), sabun dan lainnya, yang selalu ditemukan dalam minyak dan lemak.
Memiliki bekal pengalaman beroperasi sejak 2009 memproduksi Bleaching Earth, salah satu bahan penting bagi industri minyak goreng. Kini, PT Dwi Karya Bentonit Indonesia, perusahaan yang fokus pada lini bisnis manufaktur activited bleaching earth dengan adanya program Biodiesel (berbahan minyak mentah sawit) optimis berkembang.
Pasalnya, selama tiga tahun terakhir permintaan Bleaching Earth semakin meningkat. Dikarenakan adanya kebijakan pemerintah untuk menggunakan biodiesel sebagai campuran bahan bakar dari B20 (campuran biodiesel 20% + solar 80%), kemudian B30, B40 hingga B50. Hal tersebut diutarakan Marketing Director, PT Dwi Karya Bentonit Indonesia (DKBI), Agus Taswin, saat dihubungi tim Majalah Sawit Indonesia.
Selain itu, di tahun depan pemerintah akan menjalankan kebijakan program D-100, yang akan menyerap minyak mentah sawit atau Crude Palm Oil (CPO) dalam negeri sebagian besar untuk Bahan Bakar Nabati (BBN). Sehingga negara kita tidak perlu mengimport solar dari luar negeri lagi. “Hal ini memerlukan RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) yang sangat banyak, proses pembuatannya memerlukan Bleaching Earth yang kami produksi,” ujar Agus.
Saat ini, DKBI memproduksi beragam Bleaching Earth yang digunakan di industri sawit di antaranya Terram Pusaka digunakan untuk refined biodiesel, Terram Q digunakan untuk refined biodiesel dan minyak goreng curah, Terram 800 P digunakan unutk refine minyak kelapa (CNO), Terram 820 digunakan untuk refined CPO yang berkualitas baik, mudah dijernihkan, Terram 850 digunakan untuk refine CPO berkualitas umum (FFA = 5), Terram Super digunakan untuk refined CPO yang berkualitas sedang, Terram 870 digunakan untuk refined CPO yang berkualitas kurang baik, dan Terram 1000 digunakan untuk refined CPO berkualitas buruk dan susah dijernihkan.
Selanjutnya, Agus menjelaskan kegunaan Bleaching Earth bagi industri sawit. Bleaching Earth pada industri sawit digunakan untuk pemucatan dan menyerap kotoran serta bahan yang tidak diinginkan pada minyak sawit, seperti zat pewarna (karotenoid), sabun dan lainnya, yang selalu ditemukan dalam minyak dan lemak.
“Tak terkecuali pada pembuatan minyak goreng kelapa sawit, warna minyak merupakan salah satu faktor yang penting. Warna minyak akan sangat mempengaruhi kualitas dan harga minyak yang dihasilkan. Untuk memenuhi keinginan konsumen maka diperlukan pemucat dan penjernih yang memenuhi standar,” ujar Agus.
Sebagai upaya menjaga kualitas dan standar produknya, DKBI sudah memiliki sertifikasi IISO dan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Selain sudah mengantongi sertifikasi, perusahaan yang bergerak pada lini bisnis manufaktur activited bleaching earth mempunyai keistimewaan dan keunggulan produk Bleaching Earth dibanding dibandingkan produk lain. Antara lain dipasarkan dengan harga yang kompetitif, pilihan tipe produk yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan konsumen, kualitas produk yang stabil dan bagus, serta pabrik sudah mempunyai ISO dan HACPP.
Berkomitmen dengan produk yang dibutuhkan konsumen, terutama untuk industri sawit, DKBI sangat memahaminya. “Bleaching Earth yang dibutuhkan industri sawit adalah yang harganya ekonomis serta yang mempunyai daya serap warna dan kotoran yang tinggi. Sehingga pemakaiannya cukup sedikit saja supaya tidak boros dan sisadari bleaching earth yang sudah dipakai (spent bleaching earth) tidak banyak,” kata Agus.
Terkait dengan nilai tambah yang diperoleh pelaku industri sawit dengan produk-produk bleaching earth yang diproduksi DKBI, Agus menegaskan bahwa produk bleaching yang diproduksi stabil. “Sehingga produksi mereka stabil dan biaya untuk bleaching ekonomis karena mereka dapat memilih tipe Bleaching Earth yang cocok sesuai kebutuhan,” tegas Agus.
(Selengkapnya dapat di baca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 106)